KPK Bawa Tiga Koper Dan Empat Kardus Dari Rumah Dirut PLN

Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa tiga koper dan empat kardus usai menggeledah rumah Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Diduga koper dan kardus berisi dokumen terkait perkara suap proyek pembangunan pembangkit PLTU Riau-1.


Penggeledahan dilakukan di kediaman Sofyan yang berada di Jalan Taman Bendungan Jatiluhur II Nomor 3, Jakarta Pusat. Penggeledahan dilakukan sejak pagi hingga adzan Isya tak lama berkumandang.

Tim yang mengenakan rompi KPK langsung membawa sejumlah barang bukti tersebut meninggalkan rumah Sofyan dengan menggunakan empat unit mobil dengan pengawalan ketat beberapa personil Polri.

Sebelumnya lembaga anti rasuah mengumumkan bahwa pihaknya melakukan penggeledahan di lima lokasi berbeda yakni di kediaman dua tersangka Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo, Kantor dan apartemen Johannes serta rumah Direktur Utama PLN, Sofyan Basir.

Jurubicara KPK, Febri Diansyah mengatakan saat ini penggeledahan masih berlangsung di sebagian lokasi.

"Saat ini sebagian penggeledahan masih berlangsung," ujarnya kepada wartawan, Minggu (15/7)

Penggeledahan ini merupakan pengembangan dari kasus yang menyeret Anggota DPR, Eni Maulani Saragih yang sebelumnya diciduk lembaga antibrasuah di rumah dinas Menteri Sosial, Idrus Marham.

Diduga penerimaan uang sebesar Rp 500 juta merupakan bagian dari komitmem fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini diduga merupakan penerimaan keempat dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar.

Pemberian pertama pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, kedua Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga 8 Juni Rp 300 juta dan uang tersebut diduga diberikan melalui staf dan keluarga.

Diduga peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait PLTU Riau-1.

KPK telah mengamankan barang bukti yakni uang sebesar Rp 500 juta dan dokumen tanda terima.

Sebagai pihak penerima, Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.