Limbah Medis Pasien Covid Dikelola Dengan Incinerator

Penanganan limbah Covid-19 dilakukan dengan baik di Rumah Sakit, maupun tempat isolasi di Rumah Dinas Wali Kota Semarang, ataupun Asrama Haji transit Kanwil Kemenag Jateng yang berada di kawasan Islamic Center Manyaran Kota Semarang.


Penanganan limbah Covid-19 dilakukan dengan baik di Rumah Sakit, maupun tempat isolasi di Rumah Dinas Wali Kota Semarang, ataupun Asrama Haji transit Kanwil Kemenag Jateng yang berada di kawasan Islamic Center Manyaran Kota Semarang.

Pengolahan limbah medis ini langsung menggunakan incinerator, yakni teknologi pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan organik.

Insinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan termal. Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat, dan panas.

"Kami mengampu untuk limbah medis di Rumah Dinas Wali Kota Semarang, Asrama Haji transit Kanwil Kemenag Jateng sampai Puskesmas. Dari mulai dilakukan penyimpanan, hingga pengambilan untuk penanganan lebih lanjut," kata M. Abdul Hakam, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Kamis (25/2).

Semua Alat Pelindung Diri (APD) yang dikenakan petugas kesehatan maupun penderita yang terpapar Covid-19 adalah termasuk limbah Covid-19.

Tidak hanya APD yang termasuk limbah, namun peralatan makan yang digunakan penderita Covid-19 termasuk limbah medis Covid-19.

"APD dari atas sampai bawah, masker, dan tempat makan yang dipakai penderita itu termasuk limbah," tambah Hakam.

Dalam sehari, limbah medis Covid-19 yang berada di Rumah Dinas Walikota Semarang terkumpul hingga ratusan kilogram meskipun tergantung dari jumlah pasien. Dengan demikian pihaknya terus berupaya supaya tidak terjadi penularan dari limbah.

"Di rumah dinas itu bisa mencapai 100 sampai 200 kilogram, makanya di sana per hari ngambilnya. Puskesmas yang rawat inap terkumpul tiga sampai lima kilogram, rawat jalan satu sampai dua kilogram," jelas Hakam.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, Sapto Adi Sugihartono mengatakan, saat ini untuk limbah medis masuk dalam B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan di beberapa rumah sakit di Kota Semarang sudah memiliki mesin incinerator untuk langsung mengolah smapajh medisnya tanpa harus masuk ke TPA.

"Untuk beberapa rumah sakit sudah ada yang telah memiliki pengolahannya berupa incinerator, yang sudah punya itu di RSWN, Elizabeth, Kariadijadimereka mengolah sendirilimbah-limbah medisnya," jelas Sapto.

Sapto mengatakan dalam sehari limbah medis yang dihasilkan di kota Semarang mencapai 320 kilogram. Sedangkan limbah yang terbawa hingga ke TPA dan tidak diolah di incenerator mencapai 1,2 kilogram per hari nya.

"Dari faskes-faskes ada yang kerjasama dengan pihak ketiga atau pihak swasta yang memang sudahberijin untuk mengolah limbah medis itu jaditidakmasukke fasilitas umum jadi langsung masukke limbah B3," jelasnya.

Meski begitu, dari data DLH, masih ada sampah dari masyarakat umum yang termasuk sampah medis, yakni darimasker sekali pakai dan sarung tangan plastik atau hand gloves yang ikut terangkut ke TPA Jatibarang. Sampah ini berasal dari restoran, rumah makan dan hotel.

"Pengelolaan masker yang umum kita kelola tersendiri, tapi masihbelum terbiasa warga masyarakatnya, masker sekali pakai harus di potong, lalu di sanitiser dulu, masukke dalam kantong plastik baru di buang, saat di buang pun harus dipisah dengan sampah yang lain sehingga petugas bisa memilah dan dikelompokkan sendiri," tuturnya.

Limbah medis memang tidak seharusnya masuk ke TPA karena harus ada perlakukannya sendiri dalam pengelolaannya. Seharusnya tempat-tempat umum selain Rumah Sakit saat ini bisa menyediakan Drop box khusus untuk sampah medis seperti masker sekali pakai.