Mahasiswa Unsoed Manfaatkan Sekam Padi Untuk Pelapis Antiair Masker Kain

Mahasiswa Unsoed Purwokerto saat melakukan riset pelapis antiair untuk masker kain. /RMOL Jaterng
Mahasiswa Unsoed Purwokerto saat melakukan riset pelapis antiair untuk masker kain. /RMOL Jaterng

Sejumlah mahasiswa Unsoed melakukan penelitian dan menemukan manfaat sekam padi untuk bahan pelapis antiair pada masker kain. Sekam padi ini diubah menjadi nanosilika yang berguna sebagai pelapis kain.


Para mahasiswa  yang melakukan riset sekam padi tersebut terdiri dari Dewi Nur Riskiana (Fisika), Mardiana Rimba Utami (Kimia), Rani Firsty Fitriani (Matematika), Fahriz Romdony (Fisika), dan M. Syifal Maulana (Kimia).

 

Ketua Tim riset Dewi Nur Riskiana mengatakan, penelitian yang dilakukan berawal dari latar belakang banyaknya masker kain menjadi masker yang cukup sering digunakan oleh masyarakat selama pandemic Covid-19. Selain bisa digunakan kembali setelah dicuci, masker kain juga dapat mengurangi limbah masker medis yang kini dapat menjadi sumber penyebaran baru virus/bakteri. Oleh sebab itu, masker kain sangat menjanjikan berbagai keuntungan jika digunakan oleh masyarakat.

 

“Sayangnya, masker kain ini memiliki keefektifan dalam menahan droplet (tetesan air) yang sangat kecil dibandingkan masker medis. Hal ini dikarenakan permukaan masker medis sengaja dirancang agar bersifat hidrofobik sehingga dapat menangkal tetesan air,” kata Dewi, Jumat (3/9/2021).

 

Dewi Nur Riskiana menjelaskan, Silika umumnya berasal dari bahan kimia Teos (Tetraethyl orthosilicate), namun penggunaan Teos nyatanya membawa dampak buruk bagi lingkungan dan harganya yang mahal. Oleh karena itu, perlu adanya bahan alternatif pengganti Teos untuk menghasilkan silika. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam menggali potensi sekam padi agar dapat menghasilkan silika. Abu sekam padi mengandung silika sebanyak 87%-97% dari berat keringnya. “Selain dari kandungannya, penelitian ini juga menitikberatkan pada peningkatan nilai dari sekam padi yang awalnya hanya menjadi limbah saja,” jelas Dewi Nur.

 

Diuraikan Dewi, proses awal dilakukan pembakaran dengan mengubah sekam padi menjadi abu sekam padi. Proses selanjutnya dilakukan sintesis abu sekam padi menjadi nanosilika. Tahapan ini memerlukan perhatian lebih agar dapat menghasilkan silika berukuran nano. Proses sintesis dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan seperti NaOH, HCl, aquades, dan etanol. Setelah menjadi bubuk silika yang berwarna putih, tahap selanjutnya dilakukan preparasi nanosilika menjadi pelapis kain masker. Preparasi ini memerlukan suatu bahan kimia untuk dapat memodifikasi permukaan silika, yaitu HDTMS (Hexadecyltrimethoxysilane). HDTMS dapat mengubah gugus silanol yang terdapat pada nanosilika menjadi alkil silanol.

 

Perubahan ini diharapkan dapat mengubah tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat bersifat anti-air (hidrofobik). Tahap terakhir dilakukan pelapisan pada kain masker. Masker kain yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis kain. Tahap ini dilakukan dengan cara pencelupan masker selama satu jam. Kain masker yang termodifikasi nanosilika siap pakai ditandai dengan tekstur kain sudah mengering. "Pembuatan masker kain yang termodifikasi nanosilika ini membutuhkan waktu selama 4 hari berturut-turut, juga tidak membutuhkan biaya yang terlalu mahal,”  jelas Dewi.