Perlindungan masyarakat dan perempuan adat melalui undang-undang yang spesifik mesti diwujudkan, karena kearifan lokal dengan kekayaan budaya dan karya intelektualnya adalah fondasi utama dalam proses pembangunan berkelanjutan.
- Ingat Omongan Gus Dur, Ratusan Simpatisan PKB Beralih Dukungan ke Prabowo-Gibran
- Bacalon Walikota Solo Diah Warih Jalin Komunikasi Dengan Partai Politik
- Pemilu dan Valentine's Day: Polwan Polres Salatiga Bagi-Bagi Coklat
Baca Juga
"Masyarakat adat hingga saat ini masih berhadapan dengan sejumlah persoalan pemenuhan hak dasar yang kerap terabaikan dengan alasan pembangunan nasional," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Rabu (8/3).
Menurut Lestari, persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat adat itu terjadi karena jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat adat belum sepenuhnya hadir di negeri ini.
Padahal, tambahnya, mengutip Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) AMAN, per 2020 sebaran masyarakat
adat sebagai komponen pembentuk dan kemajemukan Indonesia terdiri atas 70
juta jiwa masyarakat adat, 2.371 Komunitas Adat, 10,86 juta luas wilayah adat yang dipetakan tersebar di 31 provinsi.
Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pun, ujar dia, berawal dari
bersatunya komunitas-komunitas adat yang ada di seantero wilayah Nusantara.
Rerie sapaan akrab Lestari berpendapat,
sebagai bagian dari
masyarakat adat,
permasalahan yang hampir sama dialami perempuan adat.
Perempuan adat, jelas Rerie, berperan penting menjaga nilai-nilai budaya, merawat kearifan lokal dengan seperangkat karya intelektualnya.
Menurut Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, perempuan adat berperan sentral dalam masyarakat adat karena selain memegang peranan sosial, perempuan adat menjaga dan melestarikan lingkungan.
Namun, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan adat hingga saat ini masih bergulat untuk melepaskan diri dari stigma dan belenggu budaya patriarki, ditinggalkan dalam proses pembangunan, dan ragam permasalahan yang belum terselesaikan.
Karena itu, tegas Rerie, perlindungan masyarakat dan perempuan adat mesti direalisasikan melalui sebuah undang-undang spesifik yang mengatur dinamika kehidupan masyarakat adat sekaligus pengakuan utuh terhadap masyarakat adat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- Ada Bacalon 'Melambung' Komunikasi ke DPD-DPP Langsung, Ketua Partai di Salatiga Anggap Sah-sah saja
- Politisi Gaek PDI Perjuangan Turun Gunung Hadiri Penetapan Caleg Terpilih, Teddy: Ini Dinamika Perpolitikan
- Keponakan Eks Wali Kota Semarang Nyalon Cawalkot dari PDI Perjuangan