Pendidikan vokasi menjadi salah satu visi prioritas negara yang bahkan telah disampaikan secara terbuka oleh Presiden republik Indonesia dalam pidato resmi kepresidenan sejak 2019 lalu.
- Memahami Perkembangan Politik dan Ekonomi Kazakhstan
- Mengurai Kemacetan Di Merak, Butuh Satu Komando
- Gotong Royong Sebagai Ideologi dari filsafat Pancasila
Baca Juga
Hal ini didasarkan kepada potensi terjadinya bonus demografi Indonesia yang puncaknya nanti akan terlihat secara signifikan dalam rentang tahun 2030-2045.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), bonus demografi ini adalah keadaan dimana usia produktif warga Negara Indonesia, secara dominan berada dalam rentang usia 15-64 tahun.
Komposisi perbandingan sumber daya manusia Indonesia pada puncak bonus demografi nanti adalah sebesar 70% usia produktif dan 30% usia non-produktif.
Dengan kata lain, 70% kelompok masyarakat usia produktif ini harus diimbangi dengan keterampilan atau kualifikasi yang bersifat praktis dan aplikatif.
Pertumbuhan industri, sekurang-kurangnya dalam satu dekade terakhir, telah didominasi secara pesat dan massifnya perkembangan teknologi dan digitalisasi, hampir di semua aspek kebutuhan kehidupan bernegara.
Kondisi ini tentu harus bisa dijawab secara siap dengan kualitas sumber daya manusia Indonesia, khususnya oleh mereka yang masuk ke dalam klaster kelompok masyarakat usia produktif tadi.
Salah satu skema paling rasional untuk mempersiapkan dan menjawab kondisi demografis tersebut adalah dengan pendidikan vokasi.
Vocational school and training merupakan pendidikan yang secara khusus mempersiapkan keahlian dan keterampilan sumber daya manusia terkait bidang-bidang tertentu secara lebih proper dan mendalam berdasarkan realitas kebutuhan industri kerja.
Oleh sebab itu, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki konsentrasi serius dalam penguatan keterampilan vokasi, menjadi pilihan yang sangat bijak demi mempersiapkan generasi muda yang memiliki keterampilan khusus dan siap mengisi posisi-posisi praktis-krusial.
Agar visi pembangunan Negara bisa berjalan dan bermuara pada cita-cita pembangunan, yang sesuai dengan implementasi nilai-nilai pancasila, khususnya mengejawantahkan sila kelima yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoensia” yang meliputi kesejahteraan warga Negara dan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih layak dan beradab.
Pandangan konservatif yang masih melihat pendidikan vokasi sebagai pendidikan yang tidak begitu “prestisius”, nampaknya sudah harus diasingkan sebagai sebuah pernyataan klise yang usang dan tidak realistis.
Persepsi kelompok masyarakat yang masih memandang bahwa pendidikan vokasi hanya akan mentok pada gelar diploma, telah dibantah oleh Pasal 16 Undang-Undang No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yang menyatakan bahwa pendidikan vokasi atau pendidikan terapan bisa dilanjutkan hingga jenjang magister dan doctor terapan.
Lebih jauh, pendidikan vokasi ini pun secara resmi diperkuat dengan Perpres Nomor 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi yang bertujuan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten, produktif, dan berdaya saing dalam rangka persiapan menyongsong Indonesia Emas 2045.
Artinya, fakta bahwa pendidikan vokasi tidak lagi dibatasi hanya pada jenjang diploma, namun bisa dilanjutkan bahkan hingga jenjang doktoral, maka regulasi ini secara langsung telah membantah persepsi stereotype sebagian kelompok yang masih melihat pendidikan vokasi sebagai pendidikan sekunder di Indonesia.
Berdasarkan paparan di atas, saya melihat perlu adanya keseriusan lembaga-lembaga pendidikan vokasi dimulai dari jenjang SMK hingga perguruan tinggi, untuk mampu memperlihatkan kualitas pendidikan yang memiliki outcome sumber daya manusia Indonesia yang benar-benar siap untuk berkarir secara professional di berbagai sektor industri, baik instansi pemerintah maupun instansi swasta, level nasional hingga internasional.
Pertumbuhan SMK dan Politeknik atau yang sederajat, yang memiliki jurusan atau program studi berbasis vokasi, baik lembaga pendidikan negeri maupun swasta, sudah sewajarnya masuk ke dalam skala prioritas pemerintah, baik tingkat pusat maupun daerah, untuk diberi penguatan dalam berbagai skema dan formulasi khusus demi tercapainya lulusan-lulusan yang bisa menjadi jembatan peradaban yang tidak putus antar generasi.
Sehingga tidak ada lagi pandangan minor yang menciptakan bias untuk melihat pendidikan akademik dan pendidikan vokasi secara dikotomis dan seolah tidak saling berkelindan untuk sama-sama menjadi basis perkembangan dan perbaikan peradaban bangsa Indonesia ke depan.
Penulis : Ramdan Nugraha, M.Pd. (Guru SMK BOASH 2)
- Dikukuhkan, Kadin Blora Masa Bakti 2024-2029
- Bonus Demografi Tahun 2045, Rektor UMK : Bisa Menjadi Ancaman Serius dan Peluang