Keindahan batik Girilayu, Matesih, Karanganyar sudah terkenal sejak puluhan tahun lalu. Sentra batik dengan corak yang khas ini sudah ada sejak jaman Mangkunegara I.
- UMKM Kuliner di Salatiga Sentuh Angka 5000
- Manulife Tawarkan Premi Asuransi Lima Tahun untuk Perlindungan 20 Tahun
- Peluang Pariwisata Besar, Dua Investor Besar Akan Garap Wisata Balon Terbang Dan Kereta Gantung
Baca Juga
Awalnya desa Girilayu ini merupakan salah satu desa pembatik keraton yang berpusat di Keraton Mangkunegaran. Tak heran jika motif batik Girilayu dipengaruhi gaya membatik khas Mangkunegaran baik teknik, bahan, pewarnaan berbahan alami, hingga pada motifnya. Dimana motifnya lebih berwarna dibanding motif batik Keraton Surakarta.
Seni membatik membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang cukup tinggi. Namun hasil kesabaran yang dituangkan dalam goresan canting menghasilkan karya yang luar biasa indahnya. Mencapai masa kejayaan di tahun 1975. Kala itu kain batik (jarik) menjadi trend dan digemari masyarakat. Mereka meniru Ibu Tien Soeharto yang kerap mengenakan busana kebaya lengkap dengan jarik dan selendangnya dalam segala kesempatan.
Salah satu pengrajin batik di Girilayu, Wahyuni, sampaikan saat ini perkembangan batik baik motif maupun penggunanya sudah berkembang pesat. Batik jaman dahulu masih menggunakan pakem lama dengan motif klasik. Dengan perkembangan jaman pengrajin batik tulis di Girilayu juga berani bereksperimen dengan mengembangkan batik corak kontemporer.
"Sekarang motif baru bermunculan sesuai dengan idenya. Namun tidak menggeser keberadaan motif batik tradisional yang masih bertahan," jelasnya Minggu (19/8/2018).
Bahkan saat ini pengrajin batik tulis di Girilayu, Kecamatan Matesih, Karanganyar, mulai memperkenalkan motif batik khas daerah Girilayu berupa motif buah yang banyak di budidayakan di Matesih seperti motif durian dan manggis. Selain itu ada juga motif Tugu Tri Dharma yang ada di makam Mangkunegoro I atau dikenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.
Harga jual batik juga beragam, mulai Rp.40 ribu-Rp.50 ribu per lembar untuk selendang dan Rp. Rp. 250.000-Rp.700.000 untuk kain jarit. Namun motif motif kuno seperti truntum, Kencar-Kencar, Mahkota Raja, Kembang Kanthil, Wahyu Tumurun harga jualnya bisa mencapai Rp. 2 juta per lembarnya tergantung rumitnya motif dan lamanya pembuatan.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Karanganyar, Titis Sri Jawoto, ungkapkan Kabupaten Karanganyar ini sangat kaya dengan beragam potensi. Baik potensi alamnya, budaya, juga industri UMKMnya.
"Salah satunya UMKM batik di desa Girilayu. Kampung batik itu keberadaanya sudah sangat lama. Dan Karanganyar ini juga masuk kabupaten yang sepuh (tua)," jelas Titis saat ditemui
Selain batik Girilayu, ada juga kampung batik di wilayah desa Sedayu, Jumantono namun keberadaannya belum begitu dikenal masyarakat pecinta batik. Tentu saja pihaknya juga akan terus membantu pengembangan potensinya.
"Ada komunitas Ekonomi Kreatif Karanganyar yang kita bentuk sebelumnya. Dan para pelaku UMKM termasuk pengrajin batik bisa memasarkan produk mereka di Terminal Wisata Karangpandan," pesan Titis.
- Kementerian ESDM Sosialisasikan Pelabelan Hemat Energi Lampu LED di Semarang
- Gaji PNS Naik Tergantung Keuangan Negara
- Gencarkan Kontes Kopi, Cara Tepat Tingkatkan Market