Nekat Trabas Jalur Bandung-Banyuwangi Demi Hemat Biaya

Cerita Pemudik Motor Lebaran 2025
Pemudik motor pulang kampung bersama anak-anak dan istrinya sambil membawa barang-barang dengan alasan berhemat (Dok. Pemudik motor Pantura Demak)
Pemudik motor pulang kampung bersama anak-anak dan istrinya sambil membawa barang-barang dengan alasan berhemat (Dok. Pemudik motor Pantura Demak)

Setiap musim Lebaran, masyarakat Indonesia punya tradisi mudik alias pulang ke kampung bertemu keluarga besar. Apalagi 2025 ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan efisiensi dan menghimbau masyarakat agar tak mudik, tetap saja bagi sebagian orang tak pulang mudik rasanya kurang.


Alih-alih ingin hemat biaya, banyak masyarakat akhirnya mudik dengan naik sepeda motor. Mudik mengendarai motor tentu risiko di jalan jauh lebih besar, daripada menggunakan transportasi umum. Namun, tahun ini kembali banyak jadi pilihan. 

Alasan ini tak jadi masalah, di tahun ini, sepanjang Jalur Pantura dipadati para pemudik motor. Bila ditanya, jawaban mereka simpel tetap pulang kampung tetapi hemat pengeluaran tanpa beli tiket bus atau kereta api. 

Seperti keluarga Badrun (41) warga Bandung asli Banyuwangi. Bersama seorang anak perempuan dan laki-lakinya masih berusia sekitar 5 tahun, dirinya dan istri, nekat memaksa pulang ke desa demi bertemu orang tua dan kerabat. 

Menurut dia, rasa lelahnya perjalanan lebih dari 24 jam non stop akan hilang jika sudah sampai tujuan. Perjalanan menuju Banyuwangi meski berat, tetap ditempuh dengan senang hati dan penuh kebahagiaan bersama keluarga kecilnya. 

"Ya begini ini, yang penting pulang dan selamat sampai rumah Lebaran bareng bisa kumpul. Pelan-pelan saja entah satu hari atau dua hari di jalan sambil istirahat dan menikmati perjalanan, kan bawa anak dan istri," ucap Badrun. 

Ditemui di batas kota Semarang dan Demak, dari obrolan dan ekspresi keluarga itu, tampak mereka menahan lelah selama perjalanan. Namun, senyum ceria keluar seakan menutupi perasaan keluarga kecil pemudik ini. 

Sampai di Semarang, kata Badrun, perjalanan dari Bandung sudah menghabiskan sekitar 14 jam. Waktu terbuang di jalan itu, termasuk istirahat agar tidak kecapean dan kelelahan. 

Badrun bercerita, pasrah saja sampai Banyuwangi berapa hari tanpa ada target harus tepat waktu. Asalkan, anak dan istrinya tetap sehat dari tempat berangkat sampai tiba di tujuan, perjalanan dibuat nyaman dan happy.

"Nggak tau, besok atau dua hari sampai juga ndak masalah. Kita jalan pelan-pelan saja yang penting happy, capek ya istirahat atau mampir makan di warung," lanjut dia. 

Tetapi, meskipun lelah perjalanan, Badrun merasa bersyukur, karena tidak mengalami kendala selama perjalanan sampai di Semarang. Hanya, baginya lanjut menceritakan, cuaca menjadi hambatan dan tidak dapat diterjang takut terjadi sesuatu dengan keluarganya. 

"Alhamdulillah lancar, kendalanya hujan kita harus berhenti karena ada adik (anak-anak-red). Kasihan kalau pilek atau demam jika nekat melanjutkan perjalanan, kalau hujan ya berteduh sampai reda," cerita Badrun lagi. 

Badrun mengaku perjalanan terberat adalah menghadapi cuaca. Terkadang di perjalanan, cuaca panas sekali, tetapi diluar dugaan berubah hujan deras tanpa terduga dan tiba-tiba. Meski ada jas hujan, namun tidak aman dan berisiko jika diterjang untuk lanjut jalan. 

"Jas hujan bawa 3, tetapi bila hujan deras sekali harus berhenti. Tiba-tiba panas lagi, berapa kilo kemudian hujan deras. Jadi, terpaksa minggir istirahat di tempat aman," ucapnya.