Paris - Presiden Prancis Macron, Tuan Rumah Artificial Intelligence Action Summit (AIAS) telah mendeklarasikan bahwa pihaknya menginvestasikan €109 miliar yang akan membuat Prancis sebagai pemimpin dunia di bidang kecerdasan buatan (AI atau Artificial Intelligence). Paris AIAS itu sendiri dilakukan dari Senin (10/02) hingga Selasa (11/02) hari ini.
- Indonesia Gelar Operasi Penyelamatan Ratusan Warganya Dari Kejahatan Eksploitasi Manusia Di Myanmar
- Kementerian Luar Negeri Berjuang Memulangkan 525 WNI Korban TPPO Dari Myanmar
- BRICS: Manfaat Dan Kelemahannya Bagi Indonesia
Baca Juga
Macron menyebut strategi Prancis adalah untuk menjembatani jurang pembatas antara Eropa dengan Amerika Serikat dan China. Ia menyebut Eropa sebagai benua yang tidak turut berlomba dalam hal inovasi AI.
Dari jumlah milyaran tersebut, Macron meluncurkan proyek Current AI yakni suatu kolaborasi internasional yang mengajak kerja sama antara 8 (delapan) negara yang kesemuanya memiliki komitmen untuk memajukan AI demi kepentingan bersama. Macron juga menyebutkan perlunya reformasi peraturan perundang-undangan untuk mempertajam kemampuan bersaing Eropa dan mengharapkan Paris AIAS sebagai dentang bel peringatan bagi Eropa.
Dari pihak swasta, investor-investor besar termasuk Airbus, BNP Paribas, Deutsche Bank, Lutfthansa dan Proche akan menaruh investasi sebesar USD150 milyar dalam upaya transformasi AI di kawasan Eropa. Investasi ini menunjukkan keseriusan pihak Eropa dalam memastikan dirinya sebagai pusat pengembangan AI.
Sesungguhnya Paris AIAS adalah pusat pergolakan dalam skala dunia berkenaan dengan teknologi AI dan perkembangannya. Amerika Serikat diwakili oleh Wakil Presidennya yang masih muda JD Vance. Sejak masih sebagai senator Amerika Serikat, Vance telah mempermasalahkan pemberlakuan Undang-Undang Uni Eropa Tentang Hukum Layanan Digital dan Hukuman Artificial Intelligence. Wapres Amerika tersebut menyebutkan bahwa semua peraturan dari pihak Eropa tersebut terlalu menjerat perusahaan teknologi informasi besar yang rata-rata berasal dari negaranya.
Posisi Amerika Serikat inilah yang akan dia bawa dalam pembahasan tentang AI. Ia akan menjadi salah satu pembicara kunci dengan posisi yang menentang peraturan perundangan yang selama ini dijalankan oleh Eropa.
Vance juga didukung oleh perusahaan teknologi informasi raksasa dari Amerika Serikat. Selama ini perusahaan seperti Google dan Meta telah menyuarakan protes mereka kepada Uni Eropa. Keduanya diketahui menentang Kode Etik di bidang AI.
Kent Walker, Presiden Google Untuk Urusan Internasional, menyebutkan bahwa langkah tersebut (pemberlakuan undang-undang) adalah langkah menuju arah yang salah. Sementara Joel Kaplan, Wakil Presiden Urusan Kebijakan Publik dari perusahaan Meta menyebukan bahwa semua peraturan perundangan Eropa di bidang AI tidak dapat dilaksanakan.
Namun demikian, para anggota legislatif Uni Eropa bergeming. Posisi mereka adalah sebagaimana yang disebukan oleh Martin Sandbu dari Financial Times yang menyatakan bahwa Eropa selayaknya mempercayai nalurinya dan tetap fokus mengembangkan ekonomi digital yang berbeda dengan ekonomi sejenis di Amerika Serikat.
Peliputan sebelumnya dapat dibaca pada tautan berikut:
Meutya Hafid Mewakili Indonesia Di AIAS, Apa Yang Akan Dibawa Ke Meja Pertemuan?
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah akan menjadi pelanduk di tengah-tengah pertempuran para gajah?
- Dindagkop UKM Rembang Mulai Lakukan Sosialisasi Pembentukan Koperasi Merah Putih
- MTI Serukan Pentingnya Masterplan Untuk Integrasi Dan Keberlanjutan
- Terpeleset Masuk Sumur, Lansia Di Mrebet Ditemukan Tak Bernyawa