PBNU Dorong Presiden Keluarkan Inpres Untuk Percepatan RAPS

PBNU sebagai elemen yang mewakili masyarakat merasa terpanggil untuk bersama dengan seluruh steakholder bangsa untuk mensukseskan program RAPS.


Wakil Sekjen PBNU Bidang Pertanian dan Perhutanan Imam Pituduh sebut pihaknya bersama dengan tiga kementrian,  yakni Kementrian Desa, Kementrisan ATR/BPN, Kementrian Kehutanan plus Kantor Staff Presiden melakukan inisiasi percepatan  dari program pemerintah.

"Program pemerintah sudah bagus yang harus harus ditangkap dengan cara yang bagus dan dikawal dengan regulasi yang bagus, " ucap Imam Pituduh, Kepada RMOLJateng,  Kamis (15/11).

Menurutnya hal yang harus dijaga dan dilakukan untuk mendukung program tersebut, yang pertama  bagaimana pelaksanaan di lapangan sesuai dengan cita cita menjamin keadilan bagi masyarakat.

Sehingga masyarakat memahami bagaimana Reforma Agraria,  bagaimana Perhutanan Sosial, jalurnya diusulkan bagaimana, termasuk seperti apa percepatannya.

"Kedua dari tatanan regulasinya bagaimana agar terjadi harmonisasi. Karena peraturan perundangan di Indonesia banyak," lanjutnya.

Pihaknya juga sudah mengusulkan pada presiden untuk segara melakukan percepatan untuk mengeluarkan Perpres dan Inpres. Dan presiden sudah menandatangani Perpres no 86 tahun 2018 terkait Reformasi Agraria.

Pasca rembuk nasional dan keluarnya Perpres tersebut pihaknya masih berupaya untuk mengharmonisasi apakah masih ada hambatan dan tantangan pelaksanaan percepatan RAPS  ada regulasi yang menghambat atau tidak.

Karena dalam Program RAPS ini ada keterlibatan tiga kementrian maka presiden harus mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres). Dan NU mendorong dengan tegas Presiden segera mengeluarkan Inpres Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial Berbasis Desa.

"Tujuannya agar tidak terjadi konflik horizontal yang nantinya jika tidak dimitigasi melalui Inpres bukan hanya masyarakat yang berkonflik namun dikhawatirkan juga terjadi kriminalisasi dari pelaksana Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial," lanjutnya.

Sementara itu Agung Hardjono selaku tenaga ahli utama kantor staf kepresidenan (KSP) sampaikan reforma agraria memiliki dua skema. Yakni, legalisasi dan redistribusi tanah objek reforma agraria (TORA) serta program perhutanan sosial. Dan program RAPS merupakan program lintas kementrian dan lintas steakholder.

Visinya adalah ingin membangun desa di mulai  dari pinggiran, melalui program Perhutanan Sosial. Yakni sebuah program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi.

Agung Hardjono juga jelaskan reforma agraria yang dilakukan pemerintah ada dua skema yang disiapkan. Yakni, legalisasi dan redistribusi tanah objek reforma agraria (TORA) serta program perhutanan sosial.

Contoh masyarakat yang selama ini memiliki lahan namun belum bersertifikat. Kemudian tanah di lokasi transmigran. Dahulu saat awal datang, lahan hanya diberikan begitu saja namun legalitasnya tidak ada.

"Dan tanpa legalitas bantuan pemerintah tidak bisa masuk," ucapnya.

Sedangkan untuk program perhutanan nasional, pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola hutan. Bisa melalui hutan desa, hutan adat, atau hutan tanaman rakyat.

Sementara itu masyararakat yang mengikuti program RAPS adalah kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara, yang sebelumnya menggarap kawasan hutan dan tergantung pada hutan dan sudah terverifikasi oleh pemerintah desa setempat. 

"Sehingga Kepada Desa menjadi tulang punggung awal untuk konfirmasi dan verifikasi benar tidaknya mereka warga desa tersebut," tutupnya.