Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga sudah dilantik Rabu (14/08) ini. Dari momen bahagia ini, Abdul Rochim Koordinator Daerah (Korda) Akademi Pemilu dan Demokrasi (APD) Salatiga menyoroti sejumlah fakta menarik dibalik pelantikan 25 Anggota DPRD Salatiga.
- Ratusan Calon Jemaah Haji Blora Ikuti Manasik
- Ahmad Luthfi Berpesan Agar Warga Jawa Tengah Membangun Desanya Masing-Masing
- Lepas Mudik Gratis, Wawali Tegal: Selamat Bertemu Keluarga Dengan Bahagia Dan Gembira
Baca Juga
Tercatat, 65% anggota DPRD Salatiga periode 2024-2029 adalah wajah baru.
"Ada sejumlah fakta menarik dari pelantikan periode 2024-2029 ini. Yang pertama, terdapat dominasi wajah baru. Kalau tidak salah ada 16 wajah baru di DPRD Kota Salatiga periode 2024-2029 (masih ada yang menempuh jalur hukum). Ini artinya 65% wajah baru," kata Abdul Rochim.
Maka, ungkap dia, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Yang pertama ada harapan dan asa baru kiprahnya sebagai fungsi legislasi, sebagai kontrol power bagi pemerintah kota mau pun fungsi budgetingnya. Tentu ini yang diharapkan. Karena, orang baru semangat dan power baru serta harapan baru.
Kedua, lanjut dia, orang baru akan mengalami demam panggung politik, lama beradaptasi terhadap tupoksinya dan akan terjadi disfungsi legislatif.
Apalagi ada beberapa yang benar-benar baru dengan latar belakang bukan dari politisi, bukan tokoh masyarakat, bukan penggiat demokrasi atau aktivis.
"Maka jangan sampai terjadi kemandegan atau disfungsi lembaga. Tentu ini tidak kita harapkan," paparnya.
Representasi Generasi Z ini, menurut mantan Komisioner KPU Salatiga, sangat menarik karena ada perwakilan anak muda di DPRD periode ini.
Seperti contoh dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Sidomukti yaitu ada Dohan dari Demokrat dan Rafael (23 th) dari PDIP.
"Contoh dua anak muda yang baru masuk kancah politik dan terpilih ini seolah menjadi asa bagi generasi muda atau Gen Z Salatiga," tegasnya.
Lepas dari itu, Rochim berharap anak-anak muda yang pertama kali masuk gelanggang politik ini tidak demam panggung politik, siap mental, percaya diri (PD), cepat menyesuaikan dan kuat dengan idealismenya.
Berbicara peran, Rochim menerangkan Pemerintahan Indonesia yang mengenal sistem trias politika sangat terbuka dengan situasi politikusnya alih peran.
Orang yang pernah duduk di legislatif, eksekutif, dan yudikatif memungkinkan beralih posisi. DPRD Salatiga periode ini menarik karena ada DPRD terpilih mantan Wali Kota dua periode yakni Yuliyanto.
"Hal ini menarik dan harusnya menjadi momen yang baik karena pengalamannya saat menjadi Wali Kota. Dua periode tentu bukan waktu yang pendek untuk mengenal luar dalam dapur pemerintah kota. Sehingga ini jadi momen untuk mengoptimalkan fungsi kontrolnya," pungkasnya.
Tak hanya beberapa poin diatas, momen pelantikan dan penantian menjadi satu dengan jadwal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pasca-Pemilu. Hal ini menyebabkan jadwal yang beriringan antara pelantikan DPRD Terpilih hasil Pemilu dengan pendaftaran Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota pada Pilkada.
Hal Ini, diakui dia, mempengaruhi bagi politisi yang ingin mencalonkan Walikota atau wakil tapi sebelumya mengikuti kontestasi pemilu di legislatif atau sebaliknya.
Ada beberapa DPRD terpilih yang dilantik, tapi disisi lain ingin mencalonkan diri menjadi Wali Kota atau Wakil Wali Kota dan sedang menunggu rekomendasi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai/gabungan partai pengusung.
"Kondisi ini tentu, secara jujur ada setengah hati menjalani pelantikan, karena masih mengharap dapat rekomendasi. Diantara pelantikan dan penantian!" imbuhnya.
Realitas politik ini tentu pemilih yang telah mendukungnyalah yang dibingungkan. Pemilih yang telah menaruh harapan untuk dibawa aspirasinya ke dewan, ternyata pupus jika yang dipilih mendapatkan rekomendasi dan maju menjadi calon Wali Kota atau Wakil Wali Kota.
Ya, kalau ternyata yang dicalonkan terpilih menjadi Wali Kota atau Wakil Wali Kota, ia berkeyakinan masih memiliki harapan minimal aspirasi konstituenya bisa ditampung melalui fungsi eksekutifnya.
"Jika tidak, maka terciderailah rakyat yang telah memilihnya/mendukungnya. Karena jika kalah yang bersangkutan sudah terlanjur mengundurkan diri dari DPRD dan telah diganti oleh orang lain melalui jalur Pengganti Antar Waktu (PAW). Itu artinya dia tidak bisa mewakili aspirasi pemilihnya lagi," imbuhnya.
Dengan suara terbanyak tidak terpilih, fakta ini satu fenomena menarik untuk periode 2024-2029. Ada kebijakan partai politik, tidak mesti yang mendapatkan suara terbanyak di dapilnya akan secara otomatis terpilih. Ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Dan ini sah-sah saja karena semua tergantung kebijakan internal partai politik sebagai kendaraan para calon legislatif.
Meski pun, lagi-lagi ini juga sedikit membingungkan para konstituenya yang akan menitipkan aspirasinya. "Dan pemilih hanya bisa berharap semoga suaranya bisa dititipkan kepada orang yang ditentukan oleh partainya bukan orang yang dipilihnya," imbuhnya.
- Menata Impian Lolos Sekolah Kedinasan Dan TNI-POLRI
- Bakesbangpol Blora Gelar Peningkatan Kapasitas Perkumpulan Bhakti Praja
- Siap Sukseskan Peringatan May Day 2025, Pemkab Tegal Siapkan Sejumlah Acara