Kelompok perempuan asal Desa Wadas, Kabupaten Purworejo menggelar aksi menolak kegiatan penambangan batu Andesit di wilayah yang akan digunakan proyek Waduk Bener.
- Warga Binaan Rutan Salatiga Doakan Korban Tragedi Kanjuruhan
- Wali Kota Gibran Mengenang Mendiang Tjahjo Kumolo Obrolan di Warung Soto Batiah
- Datangi Remaja Tuna Netra, Kapolres Demak Beri Bantuan Alqur'an Braille
Baca Juga
Aksi dinamakan “Wadon Wadas Mangku Bumi Pertiwi” (Perempuan Wadas Menyelamatkan Bumi Pertiwi) itu dilakukan dengan cara simbolis melilitkan kain stagen ke batang pohon-pohon besar.
Aksi sekira 40-an anggota Wadon Wadas ini juga diikuti warga desa anggota Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan Desa Wadas (Gempadewa). Walaupun pemerintah terus merayu warga untuk menjual tanahnya dengan harga tinggi, Wadon Wadas dan Gempadewa masih tetap kukuh menolak tambang.
“Kami ingin menunjukkan masih ada warga Wadas yang masih konsisten menolak tambang batu andesit,” ujar Perwakilan Wadon Waras, Tri Handayani, dalam siaran rilisnya, Jumat (6/12).
Dia melanjutkan, kasus di Wadas adalah salah satu bentuk konflik agrarian yang sudah berlangsung beberapa tahun. Konflik ini telah menyebabkan masyarakat desa terpecah.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menambang batu andesit di Wadas untuk materi pembangunan Bendungan Bener di Purworejo. Bendungan berada sekira 10 kilometer dari Desa Wadas ini adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk keperluan irigasi, pebangkit tenaga listrik, dan penunjang pariwisata.
“Lokasi tambang batu andesit seluas 114 hektar yang berada di kawasan perbukitan itu berpotensi menyebabkan bencana bagi warga. Pasalnya, selama ini kawasan Wadas dikenal sebagai daerah rawan longsor,” kata Wiji sapaan akrabnya.
“Tambang andesit yang dilakukan dengan mengeruk tanah akan menyebabkan potensi longsor di Wadas makin tinggi. Bencana ini terutama mengintai wilayah Kaligendol dan Randuparang di Desa Wadas yang berbatasan langsung dengan lokasi tambang,” papar dia.
Dalam aksi ini, para Wadon Wadas mengenakan pakaian tradisional Jawa, yaitu berkain panjang (jarik) yang diikat ke tubuh dengan stagen warna putih. Stagen adalah kain panjang yang digunakan untuk melekatkan jarik ke tubuh perempuan pemakainya.
Mereka berjalan bersama-sama menuju lokasi tambang sambil membawa wayang-wayang kardus, antara lain berbentuk tikus, lambang pejabat korup. Tiba di lokasi tambang, mereka berdiri di samping pohon-pohon besar, seperti pohon durian, karet, waru dan lainnya.
Pepohonan itu adalah sumber penghidupan bagi warga Wadas, penahan longsor, dan sarana untuk menyimpan air hujan ke dalam tanah.
Setelah doa bersama, prosesi diawali dengan pelilitan stagen berumur 90 tahun milik Rubiah pada pohon durian besar yang berada di tanah milik Ngatinah. Rubiah memutar tubuhnya dan dengan bantuan Ngatinah, stagen yang melilit bagian perutnya berpindah melilit batang pohon durian. Selanjutnya mereka menaburkan bunga setaman di sekeliling pohon.
Walaupun hujan turun deras, masing-masing anggota Wadon Wadas tetap melakukan prosesi pelilitan kain stagen warna putih pada sekira 20 pohon.
Ini adalah simbol bahwa pohon-pohon itu tidak akan diserahkan untuk kepentingan tambang batu andesit atau quary.
Wiji menjelaskan, aksi ini juga jadi simbol pengharapan agar warga yang masih kukuh menolak tambang andesit senantiasa mendapat kekuatan dalam menjaga dan menjalankan nasihat, pelajaran, berkah, dan kekayaan spiritual yang diwariskan secara turun-temurun. Cara ini secara alamiah bisa menjaga kelestarian alam wadas.
“Bila tanah dan pohon-pohon itu hilang, kami juga akan kehilangan mata pencaharian kami,” tambahnya.
Wiji mengatakan, pemerintah perlu menghargai warga Wadas yang menolak melepaskan tanahnya menjadi lokasi tambang andesit.
Bagi mereka, mempertahankan kelestarian lingkungan bagi kepentingan bersama adalah hak sekaligus kewajiban bagi warga negara yang mengerti nilai-nilai Pancasila
“Mempertahankan tanah dan kelestarian alam adalah hak warga negara. Hak kami ini dilindungi konstitusi dan undang-undang,” tegasnya.
Sementara itu Perwakilan Gempadewa, Talabudin menyatakan, dukungannya terhadap aksi Wadon Wadas.
Ia gembira karena masih ada warga Wadas yang konsisten mempertahankan ruang hidup untuk keselamatan seluruh warga desa.
“Kami berharap pemerintah mau mendengarkan aspirasi warga ini. Mempertahankan lingkungan dari kerusakan akibat tambang adalah untuk keberlangsungan hidup seluruh warga,” kata Budin, sapaan akrabnya.
- Naik Pangkat, 10 Personil Lanud JB Soedirman Mandi Kembang
- Polres Sukoharjo Beri Penghargaan 15 Relawan Sigap Bantu Penanganan Virus Corona
- Pencairan Bantuan Puso Terkendala Administrasi, BNPB Jakarta Turun Tangan