Perhutani Banyumas Timur Harus Hentikan Perambahan Hutan Rogojembangan

Presiden BEM STIMIK Tunas Bangsa Banjarnegaras Saat Membacakan Rekomendasi Hasil Diskusi Untuk Menjadi Perhatian Bagi Perhutani, Jumat (18/04). Gatot HC/RMOLJawaTengah
Presiden BEM STIMIK Tunas Bangsa Banjarnegaras Saat Membacakan Rekomendasi Hasil Diskusi Untuk Menjadi Perhatian Bagi Perhutani, Jumat (18/04). Gatot HC/RMOLJawaTengah

Banjarnegara - Kerusakan hutan di kawasan Rogojembangan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, kian mengkhawatirkan. Perambahan dan penguasaan lahan secara ilegal yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir disebut makin masif dan nyaris tanpa pengawasan memadai.


Hal tersebut disampaikan Sultan Fauzi, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STIMIK) Tunas Bangsa Banjarnegara usai diskusi publik menjelang hari Bumi Sedunia di Kampus STIMIK Tunas Bangsa, Jumat (18/04).

Menurut Sultan, berdasarkan data yang muncul dalam diskusi tersebut, ratusan hektar lahan hutan Perhutani yang sudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian sayuran.

"Aksi perambahan hutan sudah sangat sporadis. Hal itu memunculkan ancaman bencana banjir bandang, longsor dan bencana kemanusiaan lainnya. Bahkan, informasi dari peserta diskusi sudah banyak mata air yang tercemar dan berkurang debit airnya," katanya.

Untuk itu, kata Sultan, melihat kondisi yang ada, maka peserta diskusi yang terdiri dari mahasiswa, OSIS, OSIM dan kelompok masyakatar Banjarnegara menuntut penghentian total seluruh aktivitas perambahan hutan serta mendesak Perhutani terutama KPH Banyumas Tmur mengambil tindakan administratif dan operasional untuk menindak tegas pihak-pihak yang terbukti merusak kawasan hutan.

"Laporan kepada pihak kepolisian harus disampaikan secara terbuka paling lambat 30 hari sejak rekomendasi ini kami sampaikan," katanya.

Peringatan keras pun turut disampaikan. Jika rekomendasi tidak dijalankan dalam waktu yang dianggap wajar, BEM STIMIK Tunas Bangsa akan menggalang massa dari berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat menyatakan siap melakukan aksi massa dan menyebarluaskan hasil investigasi ke media massa, Ombudsman RI, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

"Kami tidak akan tinggal diam melihat hutan yang menjadi warisan ekologis dirusak secara sistematis," kata Sultan.

Kepala Pelaksana BPBD Banjarnegara, Aji Piluroso selaku narasumber diskusi memaparkan akan adanya ancaman bahaya bagi kehidupan manusia jika masih ada kegiatan yang dapat merusak lingkungan atau alam.

"Wilayah Kabupaten Banjarnegara 70% masuk zona merah atau rawan bencana tanah longsor. BPBD sedang terus melakukan upaya sosialisasi dan ajakan kepada masyarakat dan siapapun untuk kerja keras melakukan ajakan untuk tidak merusak alam," katanya.

Aktivis lingkungan Kecamatan Batur, Fajar mengatakan jika apa yang terjadi di Rogojembangan Wanayasa sangat serupa dengan apa yang diperjuangkan oleh masyarakat Batur dulu.

Menurut Fajar, perambah hutan yang ada di Rogojembangan polanya sama dengan perambah hutan Batur yaitu para perambah hutan ditumpangi LSM tertentu dari luar Banjarnegara dengan dijanjikan bagi warga yang mau garap hutan akan mendapatkan sertipikat kepemilikan lahan.

"Semua pihak mulai dari Perhutani, Pemkab dan penegak hukum harus segera turun agar tidak semakin rusak alam dan rusak hubungan sosial warga," katanya.

Ahmadi, peserta diskusi dari relawan lingkungan Kecamatan Wanaya mengatakan, berdasarkan perkiraan para relawan hutan terdapat ratusan hektar kawasan hutan berubah menjadi lahan pertanian sayuran.

Menurut dia, akibat dari perambahan hutan di hutan Rogojembangan sangat dirasakan dampaknya oleh warga yang lainnya terutama yang mengandalkan vegetasi hutan tersebut. "Mulai dari sering banjir bandang, mata air yang menyusut bahkan hilang hingga pencemaran air karena penggunaan pupuk kimia oleh para perambah hutan," katanya.

Relawan hutan lainnya, Bayu mengatakan, kurang tegasnya Perhutani menjadikan hubungan sosial masyarakat di desa terdampak menjadi terganggu. "Mulai muncul rasa permusuhan antar keluarga dan warga karena sebagian menolak perambahan hutan dan sebagian lagi tetap melakukan perambahan hutan dengan alasan tertentu," katanya.

Menjawab hal tersebut, mewakili KPH Banyumas Timur, Kepala BKPH Karangkobar, Pratikno menyatakan ada mekanisme tertentu bagi siapapun untuk bekerjasama dengan Perhutani yaitu memanfaatkan lahan hutan dibawah tegakan. "Silahkan dipatuhi ketentuan tersebut karena aturan dan tatacaranya ada," katanya.

Menurut Pratikno, perhutani selalu memberikan himbauan kepada masyarakat agar tidak melakukan aktvitas yang tidak berizin di dalam hutan baik melalui rapat warga mau pun banner atau papan peringatan.

Suasana Diskusi Hari Bumi Dengan Narasumber Dari PWI, Kepala BPBD, Aktivis Lingkungan Dan Perhutani Di STIMIK Tunas Bangsa Banjarnegara, Jumat (18/04). Gatot HC/RMOLJawaTengah