Perpres Permudah TKA, Pemerintah Perkecil Kesempatan Pekerja Lokal

Kebijakan Presiden Jokowi telah secara resmi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).


Perpres ini menggantikan Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang dibuat pada era presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.

"Dengan keluarnya regulasi Perpres yang baru disahkan, nampaknya desakan publik agar tidak gampang memberikan kelonggaran terhadap masuknya TKA hanya dianggap angin lalu oleh pemerintah. Padahal dengan keluarnya peraturan tersebut secara alamiah akan memperkecil kesempatan pekerja Indonesia," kata Wakil Ketua Badan Kerjasama Antarparlemen (BKSAP) Rofi’ Munawar dalam keterangan persnya, Sabtu (7/4) seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL

Rofi menilai pemerintah mengeluarkan Perpres ini dengan kacamata tunggal dan dengan pola pikir (mindset) eksternalitas. Di saat yang bersamaan, ia menyesalkan pemerintah tidak cukup cermat memperhatikan faktor-faktor penentu lainnya secara internal.

Semisal, inventarisir masalah industrial yang akan terjadi dikarenakan kelonggaran terhadap TKA. Karena berdasarkan data dari Kemenakertrans, papar Rofi, jumlah pengawas TKA sangat sedikit, yakni berkisar 1.200 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan kebutuhan pengawas terhadap TKA yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

"Proses pengawasan yang tidak optimal akan berdampak pada penggunaan TKA pada bidang-bidang kerja yang seharusnya ditempati oleh pekerja domestik," tegas Rofi’.

Hal ini terbukti pada pasal 22 yang menyebut TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak. Namun beleid tersebut tidak menjelaskan secara spesifik dan jelas karakteristik mendadak yang dimaksud.

"Tentu saja jika ini diabaikan, bukan tidak mungkin akan dipermaikan sejumlah oknum TKA," imbuhnya.

Vitas merupakan syarat mutlak bagi TKA untuk mendapatkan Izin Tinggal Sementara (itas) yang izinnya dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, menurut UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, izin hanya boleh diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.