Jakarta - Indonesia bergabung dengan BRICS pada 6 Januari 2025 baru diketahui saat kementerian luar negeri Brazilia mengumumkannya. BRICS adalah organisasi antarpemerintah, dengan negara-negara Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan sebagai pendirinya, yang menekankan pada kerja sama ekonomi.
- Indonesia Gelar Operasi Penyelamatan Ratusan Warganya Dari Kejahatan Eksploitasi Manusia Di Myanmar
- Kementerian Luar Negeri Berjuang Memulangkan 525 WNI Korban TPPO Dari Myanmar
- BRICS: Manfaat Dan Kelemahannya Bagi Indonesia
Baca Juga
Hal ini menimbulkan perdebatan besar di dalam negeri Indonesia. Ada yang mengatakan mustahil meninggalkan kemitraan dengan Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya di Eropa Barat. Ada juga yang mempersoalkan kemungkinan BRICS akan membangun mata uangnya sendiri yang mandiri.
Saat dihubungi oleh Redaksi RMOLJawaTengah pada Selasa (11/02), Dr Humprey Arnaldo Russel menjawab bahwa Indonesia memiliki pertimbangan tersendiri saat bergabung dengan BRICS.
Yang pertama sudah tentu tentang akses. Sebagai pengelompokan kerjasama antara negara-negara, dengan mayoritas negara-negara Selatan Dunia (Global South) BRICS dapat menjadi platform bagi Indonesia untuk mereformasi badan dunia yang selama ini didominasi oleh negara-negara Barat.
Alasan ke dua adalah Indonesia memiliki alternatif pendanaan dalam pengembangan dan pembangunan infrastrukturnya sehingga Indonesia dapat melepaskan diri dari lembaga-lembaga keuangan yang secara tradisional sudah menjadi langganan negara-negara berkembang seperti IMF dan Bank Dunia. BRICS memiliki Bank Pengembangan Baru yang hanya membeirkan suku bunga pinjaman yang rendah.
Pertimbangan ke tiga adalah dengan keanggotaan di BRICS, Indonesia juga akan mampu melakukan diversifikasi ekonominya dan mengurangi ketergantungannya dengan para mitra dagang yang secara tradisional adalah negara-negara Eropa dan Amerika yang sering memberikan persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan hal non-ekonomis.
Dan akhirnya pertimbangan ke empat adalah pengembangan pasar-pasar potensial yang selama ini tidak tergali, utamanya di bidang produk barang dan hasil pertambangan.
Humprey Arnaldo, yang menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian ASEAN-China Universitas Indonesia, mengatakan bahwa dengan memperkuat perdagangan dengan China, Indonesia akan menerima keuntungan tersendiri. Faktanya, China adalah mitra dagang terbesar Indonesia yang volume perdagangan bilateralnya mencapai USD135.1 miliar pada tahun 2024. Sudah tentu ini akan berdampak besar terhadap berbagai kemudahan pengembangan perdagangan di masa depan.
Beberapa bagian dari tulisan ini sudah diterbitkan di China Daily, Selasa (11/02).
- Menata Impian Lolos Sekolah Kedinasan Dan TNI-POLRI
- Bakesbangpol Blora Gelar Peningkatan Kapasitas Perkumpulan Bhakti Praja
- Siap Sukseskan Peringatan May Day 2025, Pemkab Tegal Siapkan Sejumlah Acara