Petani Hingga Anggota Dewan Memilih Tanam Porang Daripada Padi

Ratusan petani yang tinggal di Wonogiri, beberapa waktu belakangan ini lebih memilih menanam porang daripada padi. Alasannya, lebih menguntungkan menanam porang dan kalau menanam padi sering terjebak kelangkaan pupuk.


"Menanam porang merupakan solusi di masa pandemi, karena dari sisi ekonomi, lebih menjanjikan. Juga bila menanam porang, petani tidak lagi pusing dipermainkan kelangkaan pupuk," jelas Teguh Subroto, Dewan Penasehat Petani Penggiat Porang Nusantara (P3N) Cabang Wonogiri kepada RMOLJateng, Selasa (22/6/2021) siang.

Teguh menuturkan, menanam porang cukup dipupuk dengan organik. Selain itu perawatannya juga lebih mudah. Bahkan, ditanam di lahan tandus pun masih memungkinkan untuk hidup.

Disisi lain, harga porang jauh lebih mahal dari harga padi.

"Untuk sekilo gabah kering dihargai Rp 3.500. Sedangkan sekilo porang berada di harga Rp 7.500. Memang untuk padi bisa panen setahun tiga kali sedangkan porang hanya setahun sekali. Namun se hektar lahan, bila ditanami padi menghasilkan 6 ton. Kalau ditanami porang bisa panen 30-40 ton," jelas Teguh.

Karena menanam porang cukup menggiurkan, lanjut Teguh, sampai sekarang di Wonogiri ada ratusan petani yang beralih menanam porang dengan luasan lahan mencapai 800 hektar.

"Sampai saat ini kebutuhan pasar masih kurang. Ada salah satu pabrik yang membutuhkan suplai porang per hari 80 ton. Belum lagi eksportir yang mengekspor porang masih bentuk belum diolah. Jadi kalau ada yang ingin merintis menanam porang jangan takut. Kami siap memfasilitasi untuk penjualan hasil panenan," tutur Teguh.

Teguh menambahkan, porang mulai dikenal warga Wonogiri pada pertengahan tahun  2019.

"Karena hasilnya cukup menjanjikan, akhirnya banyak yang ikutan menanam porang," pungkas Teguh.

Sementara itu, karena menanam porang sangat menguntungkan, tidak hanya petani yang beralih menanam porang, bahkan anggota anggota Fraksi PDIP DPRD Wonogiri, Supriyanto juga tidak malu-malu ke tegalan untuk ikutan menanam umbi jenis porang ini.

"Saya lebih bangga dipanggil petani porang daripada anggota dewan," jelas Supriyanto yang bertempat tinggal di Desa Ngambarsari, Kecamatan Karangtengah, Wonogiri.

Supri, demikian panggilan Surpiyanto, menjelaskan, sebenarnya porang merupakan tanaman yang tidak asing bagi warga Karangtengah.

"Tanaman porang, merupakan tanaman yang tumbuh di hutan-hutan. Dulu tidak ada yang membudidayakan. Warga berburu porang ke tengah hutan, dengan harga jual Rp 2.500/Kg, karena para pengepul terus memburu dengan iming-iming harga yang terus naik, ahirnya beberapa petani punya ide untuk membudidayakan, termasuk saya," kata Supri.

Pada tahun 2019, sekilo bibit porang laku dijual Rp 300.000. Bibit porang itu tumbuh di sela-sela daun. Sedangkan umbinya laku dijual lebih mahal.

"Saya dari jual bibit saja sudah untung banyak, belum umbinya," paparnya.

Sekarang di saat porang mencapai  harga Rp 7.500 per kilo, Supri bersiap panen porang seluas 1,5 hektar, dari total areal seluas 3,5 hektar.

"Karena saya suka bertani, ya saya terjun sendiri Mas. Kalau pas tidak ngantor, ya ke kebun. Jadi saya memberi semangat kepada warga dengan cara terjun langsung, tidak hanya teori yang disampaikan di podium," ungkap Supriyanto.

Di setiap kesempatan, kata Supri, dia selalu memberi semangat kepada warganya untuk terus berkarya yang terbaik.