Satu keluarga yang jadi terdakwa di Kota Pekalongan memilih berjuang mempertahankan tempat tinggal. Sikap itu untuk merespon pernyataan dari kuasa hukum dari pihak yang melaporkannya menyerobot tanah orang.
- Terjadi Juga: Eksekusi Rumah Dinas PT KAI Kompleks Eks PJKA
- Puluhan KK Tolak Rumahnya Di Eks-PJKA Digusur, Harap Mediasi Agar Tanah dan Bangunan Bisa Jadi Hak Milik Warga
- Eksekusi Pengosongan Rumah Di Semarang, Picu Kericuhan Dan Isak Tangis
Baca Juga
Satu keluarga di Kota Pekalongan yang jadi terdakwa adalah Lanny Setyawati (ibu), dan ketiga anaknya Titin Lutiarso, Haryono serta Lilyana. Keempatnya sedang menjalani proses hukum perdata dan pidana sekaligus atas kasus sengketa tanah.
"Seorang pengacara harus optimis. Kalau pesimis, percuma jadi pengacara," kata kuasa hukum terdakwa, Nasokha, Selasa (25/6).
Objek sengketa dari kasus pidana tersebut adalah lahan seluas 1.433 m2 di Jl Kartini, Kota Pekalongan. Lahan itu ada dua sertifikat dengan luas 1.013 m2, dan 420 m2. Di lokasi itulah keluarga para terdakwa tinggal serta usaha keluarga berdiri.
Nasokha membeberkan keyakinannya menang karena beberapa hal. Pertama, tanah yang disengketakan memiliki SHGB yang dikeluarkan pada tahun 1981.
Menurut Nasokha, SHGB ini telah melampaui masa berlakunya.
"Tanah tersebut menjadi status quo, sehingga kedua belah pihak tidak bisa menguasainya," jelasnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 mengatur ketentuan untuk menempati rumah susun dan pengelolaan lahan milik pemerintahan. Jika SHGB tidak diperpanjang sebelum masa berlakunya habis, tanah tersebut kembali ke status quo.
Lalu pihaknya juga menyoroti Titin Lutiarso, salah satu terdakwa. Menurutnya, pelaporan terhadap Titin Lutiarso tidak benar karena terdakwa meskipun sudah tidak tinggal di Jalan RA Kartini, melainkan di Batang.
"KTP-nya masih tertulis di Pekalongan padahal domisilinya di Batang sejak 10 tahun lalu," ungkap Nasokha.
Nasokha menyebut bahwa kliennya, Lanny Setyawati dan anak-anaknya membantah klaim para pelapor, Felly Anggraini dan anak-anaknya. Para pelapor mengklaim bahwa tanah di Jalan RA Kartini sudah menjadi milik mereka melalui akad jual beli dan proses balik nama.
SHGB yang muncul pada tahun 1981 memiliki masa berlaku 30 tahun pertama, yang habis pada tahun 2011. Perpanjangan SHGB seharusnya diajukan paling lambat pada tahun 2009. Namun, jika tidak ada perpanjangan, tanah tersebut kembali ke status quo.
Sebelumnya, Pihak Felly Anggraini Tandapranata, pelapor sekeluarga terdakwa kasus pidana dugaan penyerobotan tanah di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan akhirnya angkat bicara. Kuasa hukum pelapor, Risma Situmorang, membeberkan fakta bahwa pernah ada upaya damai dari pihak kliennya.
Ia menegaskan bahwa kepemilikan lahan itu sah secara administratif milik kliennye berdasarkan akad jual beli antara Hidayat Tandapranata (suami kliennya) dan Lukito Lutiarso selaku suami terdakwa Lanny. Hal itu dibuktikan dalam putusan perdata yang sudah inkracht hingga tingkat kasasi.
Risma menyebut bahwa kliennya tidak ada dendam apapun terhadap keluarga Lanny. Namun murni karena ingin mendapatkan haknya.
"Bahkan bu Felly yang umurnya sudah 72 tahun ini bilang jika Lenny Setiawati dan tiga anaknya menyerahkan tanah dan bangunan secara sukarela, maka akan diberi semacam tali asih untuk mereka," katanya di rumah makan Masduki, Kota Pekalongan, Senin (24/6).
Pihaknya juga berupaya memfasiitasi kebutuhan Lanny dan keluarganya untuk pindah ke tempat yang baru. Kliennya siap memberi tali asih pada keluarga Lanny. Tawaran itu masih berlaku hingga sebelum eksekusi objek sengketa.
Berita Sebelumnya :
Kasus Sekeluarga Terdakwa di Pekalongan, Pengacara Pelapor: Sebaiknya Diserahkan Sukarela
- Sejumlah Ruas Jalan Di Kota Pekalongan Tergenang
- Sah! KPU Tetapkan Dua Paslon Berkontestasi Pada Pilkada Kota Pekalongan 2024
- Terjadi Juga: Eksekusi Rumah Dinas PT KAI Kompleks Eks PJKA