- Pleton Siaga Bencana Polres Purbalingga Diterjunkan Membersihkan Lokasi Bencana
- Bencana Alam Timpa Kemangkon
- Bencana Longsor: Akses Desa Terputus Di Kecamatan Karangmoncol
Baca Juga
Petugas mengeluarkan perabot untuk dinaikkan ke atas truk dari rumah dinas PT Kereta Api Indonesia (KAI) di jalan Veteran, Kota Semarang, Selasa (30/07).
Pada Senin (22/07) lalu, pengacara warga kompleks eks PJKA, Eko Haryanto mengatakan, pihak warga merasa dirugikan dengan penggusuran yang akan dilakukan PT KAI. Warga ingin harapannya tanah tempat mereka tinggal bisa jadi hak milik karena sudah tinggal selama puluhan tahun. Apalagi, PT KAI dalam penggusuran tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Eko mengatakan, bukan tanpa dasar, keinginan warga karena rumah dan bangunan tempat tinggal ditempati telah puluhan tahun jadi milik warga.
"Justru, warga memperjuangkan tanah dan bangunan jadi milik mereka. Dasar hukumnya, bahwa tanah ini memiliki hak pakai. Ada beberapa blok, memiliki dasar hukum untuk somasi ke PT KAI," terang Eko.
Seorang pengacara lain, Novel Al Bakrie, memberi pemahaman ke perwakilan warga, warga punya hak untuk protes. Penggusuran tanpa dasar hukum sama dengan dijajah, maka agar proses bisa diterima, PT KAI harus menyelesaikan sengketa di pengadilan.
Pada Senin itu juga (22/07), Riyanta, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) turut hadir dalam mediasi. Ia menilai, hukum jika tidak adil akan memihak ke pihak tertentu dan memiliki kuasa. Ia berharap, mediasi bisa menemukan titik temu antara dua belah pihak dan hasilnya diharapkan dapat diterima semua pihak.
Namun, pada Selasa (30/07) pagi ini, sebanyak 7 (tujuh) rumah dinas telah dieksekusi dari penghuni sebelumnya untuk diambil alih kembali oleh PT KAI.
Sebagaimana diberitakan pada Senin (22/07) lalu, jelas-jelas warga di eks-kompleks PJKA ini, rata-rata tinggal sejak puluhan tahun lalu. Menurut Adi, salah seorang warga yang akan terkena dampak dari eksekusi, baru sekarang muncul wacana penggusuran. Dahulu, belum pernah ada wacana semacam dan ini membuat warga kecewa.
Warga kompleks juga tidak mempunyai tempat tinggal baru sehingga mengharapkan proses terlebih dulu ada putusan pengadilan.
"Tinggal sejak 1980-an bahkan ada yang tahun 60-an. Rata-rata warga pensiunan PJKA. Disegel 'kan artinya kita harus pindah dan PJKA tidak memberikan tempat ganti untuk ditinggali. Kita takutnya jika langsung disegel. Ya, tidak bisa begitu," keluh Adi.
Peliputan RMOLJawaTengah tentang sengketa tanah antara warga kompleks eks PJKA melawan PT KAI dapat diikuti di tautan di bawah ini:
Warga Eks-Kompleks PJKA, Inginkan Prosesnya Lewat Putusan Pengadilan
- Jateng Berselawat
- Rayakan HUT Ke-50, PDAM Tirta Perwitasari Resmikan Kantor Cabang Pituruh
- Hari Juang TNI ke-79, Personel TNI-Polri Dan Masyarakat Bersihkan Saluran Irigasi Sungai Bladon