Prosentase Kemiskinan di Grobogan Berangsur Turun

Ilustrasi kemiskinan yang melanda warga
Ilustrasi kemiskinan yang melanda warga

Prosentase kemiskinan di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah berangsur turun dalam empat tahun terakhir. Dari catatan Badan Pusat Stastistik (BPS) Kabupaten Grobogan, penurunan yang terjadi sejak empat tahun terakhir lebih dari satu persen.


Rinciannya, pada tahun 2021 prosentase kemiskinan di Kabupaten Grobogan berada di angka 12,74 persen, tahun 2022 diangka 11,80 persen, tahun 2023 diangka 11,72 persen dan di tahun 2024 diangka 11,43 persen.

Kepala Badan Pusat Stastistik (BPS) Kabupaten Grobogan Anang Sarwoto mengatakan, meski tidak signifikan dalam penurunannya, namun dari grafik menunjukkan tingkat perekonomian warga Grobogan berangsur alami peningkatan.

Ia menyebutkan di tahun 2019 angka kemiskinan justru cenderung alami kenaikan yakni di angka 11,77 persen, dan alami kenaikan 12,46 persen pada tahun 2020.

"Dari persentase tersebut, kemiskinan di Kabupaten Grobogan pada tahun 2021 sebanyak 175,72 ribu jiwa, tahun 2022 sebanyak 163,20 ribu jiwa, tahun 2023 sebanyak 162,52 ribu jiwa dan tahun 2024 sebanyak 159 ribu jiwa," terangnya, Rabu (9/10) siang.

Anang memaparkan penentu status miskin adalah Garis Kemiskinan (GK) melalui pendapatan perkapita dan perbulannya.

Dikatakannya, tahun 2021 GK di Kabupaten Grobogan diangka Rp 404.456, tahun 2022 diangka Rp 428.597, tahun 2023 diangka Rp 464.614, sementara pada tahun 2024 di angka Rp 489.208.

"Jika pendapatan perkapita melebihi data tersebut maka tidak termasuk dalam kategori miskin," ujarnya. 

Ia menyebut, pada tahun 2019 dan 2020 garis kemiskinan 2019 diangka Rp 375.521 dan tahun 2020 diangka Rp 395.001, sehingga ketika warga memiliki pendapatan Rp 500 ribu dalam satu bulan tidak dianggap miskin namun hampir miskin atau rentan miskin. 

Dijelaskan, kalau pendapatan satu keluarga di angka upah minimum regional (UMR) Kabupaten Grobogan dengan beban keluarga empat orang maka tidak disebutkan sebagai warga miskin. 

Namun, sambung Anang, jika satu keluarga berpendapatan UMR digunakan untuk menghidupi lima orang maka dapat dikategorikan sebagai warga miskin.

 "Penentuan tersebut, hanya untuk pengeluaran kebutuhan dasar, bukan kebutuhan tambahan," imbuhnya.