Suripah (50) warga dukuh Meranji, Desa Wonokerso, Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang, langsung tersenyum usai memasak 'srundeng' di dapurnya. Ia langsung membahas aroma masakannya.
- Tingkatkan Produktivitas Petani, Pemkab Demak Hibahkan Alat Pertanian untuk 17 Poktan
- Panen Raya Jagung dan Peluncuran BKK Si Manis Mart di Grobogan Untuk Swasembada Pangan
- 2023, Semen Gresik Catatkan Peningkatan Laba Bersih Secara Signifikan
Baca Juga
"Sekarang aromanya enak kan? Kalau awal nyalain (kompor), baunya gak sedap, setelah beberapa menit sudah hilang," kata perempuan berhijab itu di dapurnya, Jumat (24/6).
Aroma awal saat menyalakan kompor memang kurang sedap, mirip kotoran ternak. Namun, beberapa saat setelah itu, aromanya sudah hilang. Berganti dengan aroma bumbu masakan.
Bau kurang sedap itu berasal dari kompornya. Ternyata sumber bau itu berasal dari gas yang berasal dari pengolahan kotoran sapi menjadi gas atau biogas.
Suripah menjadi satu dari sejumlah warga yang menikmati program Bantuan Gubernur Jawa Tengah, Digester Biogas Secara Swakelola.
Program itu membuat sejumlah warga tidak perlu lagi beli tabung gas untuk memasak.
Program itu berasal Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah. Dana berasal dari APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2022.
"Anak saya pun awalnya engga mau pakai kompor biogas, tapi lama-lama mau juga," katanya lalu tertawa.
Tampak kompor gasnya tersambung dengan pipa putih yang terpasang di dindingnya. Tampak ada meteran pemantau gas dan keran merah untuk membuka tutup aliran gas ke kompor.
"Saya tidak punya ternak, tapi dapat sambungan dari tetangga saya, Bu Saidah dan pak Ngadi. Sejak 29 April 2022, jadi hampir sebulan," katanya.
Sejak saat itu, ia tidak lagi boros menggunakan gas tabung. Kini, ia lebih irit.
"Mending sekarang, belum ganti tabung gas melon. Biasanya dua Minggu habis. Sekarang bisa buat gantian," ucapnya.
Sekitar 50 meter dari rumahnya, tampak Saidah (50) dan Ngadi (53) sedang membersihkan kandang sapi. Di belakang kandang terdapat rangkaian instalasi Digester Biogas.
Ada beberapa bagian instalasi. Pertama, inlite yaitu tempat memasukkan kotoran. Kedua adalah pengaduk kotoran. Ketiga kubah Digester yang besarnya sesuai potensi kotoran yang diolah.
Lalu, keempat adalah penampungan slurry atau ampas biogas. Kelima adalah outlet atau saluran keluar yang menghasilkan cairan yang bisa untuk pupuk cair. Lalu ampas padat untuk pupuk kompos. Terakhir adalah pipa distribusi gas serta kompor gas.
"Pertama kali ya bingung. Setelah dijelaskan akhirnya mau. Konsekuensinya tiap hari ya harus nyetok (kotoran sapi). Tadinya engga biasa, tapi sekarang sudah biasa," jelasnya.
Saidah dan Saripah kini menggunakan biogas untuk memasak. Setiap hari, pada pukul 05.00, keduanya memulai aktivitasnya memakai biogas.
Sempat Ditolak Warga
Perjuangan Kepala Desa Wonokerso Muhamidin (51) untuk meyakinkan warganya memakai biogas tidak mudah. Dirinya sempat mengalami beberapa penolakan program biogas itu.
"Ada yang langsung benar-benar menolak, bahkan ada satu dukuh yang menolak. Ada yang ragu-ragu," katanya.
Butuh setahun lebih untuk meyakinkan warganya memakai biogas. Ia sudah melakukan sosialisasi sejak 2021 lalu.
Penolakan warganya berkaitan dengan kebiasaan menggunakan kotoran sapi untuk kompos. Beberapa warga takut jika kotoran sapi diolah jadi biogas tidak bisa jadi pupuk.
Warganya baru melek atau sadar sekitar dua bulan yang lalu. Tepatnya, saat dua proyek biogas selesai dan bisa digunakan.
Ia berkata, dari situ warga sadar bahwa manfaat biogas banyak. Tidak hanya jadi pupuk, tapi juga bisa jadi gas untuk memasak. Tidak perlu lagi beli gas elpiji.
"Sekarang, dukuh yang menolak sudah mau pakai biogas. Yang menolak pun sekarang jadi mau," ucapnya.
Proyek digester biogasnya baru berjalan sejak April 2022. Pemanfaatan efekti baru setelah lebaran lalu.
Muhamidin bercerita tidak menyangka mendapat bantuan program Biogas Swakelola.
Awalnya, pihak desa mengajukan bantuan untuk kelompok ternak sapi di pemerintah provinsi Jawa Tengah. Tapi justru ditawari program biogas yang berada Dinas ESDM Jateng.
Program itu sudah diajukan sejak 2020, tapi baru terlaksana pada 2022 karena pandemi Covid-19. Alasan desanya terpilih karena banyak warganya yang beternak sapi.
Menurut perhitungannya, ada 25 peternak di 10 dukuh. Para peternak tergabung dalam kelompok ternak Guyup Rukun.
Desa Wonokerso mendapat 10 unit biogas yang terdiri atas delapan swakelola dan dua unit komunal. Untuk biogas swakelola berukuran 10 m3 untuk tiga kompor di Tugino. Lalu ukuran 20 m3 di kandang Ngadi untuk enam kompor.
Sedangkan ukuran biogas program swakelola terdiri atas 6 m3 dan 8 m3. Program swakelola bisa untuk maksimal dua kompor.
"Yang jelas, untuk warga yang pakai Biogas, kandangnya jadi lebih bersih karena ada tempat penampungan kotorannya. Tidak lagi ditumpuk. Lalu juga tidak ada yang sia-sia dari beternak sapi," ucapnya.
Mandiri Energi
Kepala Cabang Dinas ESDM Wilayah Serayu Utara, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, Suhardi mengatakan desa Wonokerso, Kabupaten Batang, menjadi yang pertama untuk proyek biogas swakelola. Berbeda dengan proyek biogas lain yang bersifat komunal.
"Swakelola ini bertujuan agar terdapat alih teknologi (transfer knowledge)sehingga masyarakat desa dapat membuat sendiri digester biogas. Jadi masyarakat tidak langsung terima jadi," ucapnya saat dikonfirmasi.
Ia menjelaskan kelompok ternak Guyup Rukun mendapat pendampingan dari Yayasan Rumah Energi (YRI). Lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu akan mendampingi kelompok ternak hingga benar-benar bisa memanfaatkan biogas.
Kelompok ternak tidak hanya diajari cara membuat digester biogas. Tetapi juga perawatan hingga pengelolaan pupuk hingga layak jual.
Suhardi menjelaskan bahwa program hibah Gubernur Jawa Tengah itu bertujuan mengurangi beban keluarga terdampak pandemi Covid-19. Serta mengurangi penggunaan LPG 3 Kg yang merupakan barang bersubsidi.
"Program ini juga untuk memberikan stimulus untuk kemandirian energi di desa tersebut, sehingga nantinya masyarakat dapat mengembangkan sendiri," ujarnya.
Pemilihan program biogas karena melihat potensi kotoran sapi menjadi Energi Baru Terbarukan (EBT). Selama ini, potensi biogas sangat besar tapi belum dimanfaatkan.
Di sisi lain, gas fosil semakin lama akan semakin berkurang dan mahal. Penggunaan biogas juga bisa mengurangi efek rumah kaca sebab memanfaatkan gas metan sebagai sumber energi.
Suhardi menyebut program biogas sudah berlangsung sejak 2021 sebanyak enam unit untuk empat desa. Total anggaran Rp 165 juta.
Lalu, 2022 sebanyak 15 unit untuk 3 desa dengan total anggaran Rp 324 juta.
"Selain Desa Wonokerso, desa lain hanya terima jadi instalasi biogas. Tidak diswakelolakan," ujarnya.
Untuk biaya pembuatan per unit digester biogas bervariasi, tergantung ukuran. Untuk ukuran digester anntara 6 m3 hingga 100 m3. Lalu biaya antara Rp 18 juta sampai Rp 200 juta tergantung ukuran.
" Untuk rumah tangga, cocoknya dengan ukuran 6 s/d 8 m3. Itu setara dua ekor sapi," jelasnya.
Ia berharap desa Wonokerso bisa menjadi desa mandiri energi secara bertahap. Sebab, banyak warga yang punya ternak sapi.
- Purbalingga Jajaki Pengembangan Motor Listrik
- Komisi B DPRD Jateng Dukung Upaya Pemkab Rembang Tingkatkan Minat Generasi Muda Menjadi Petani Milenial
- Pertamina Evaluasi Harga Berkala, Harga Pertamax dan Dex Series Turun