Seni kontemporer tidak harus selalu dihubungkan dengan cara pandang negara-negara barat.
- Gedung Bersejarah di Kota Lama Semarang Roboh, Ini Tanggapan Pemkot Semarang
- Festival Thong-Thong Lek 2025, Berjalan Keliling Tanpa Panggung
- Wali Kota Semarang Minta Masyarakat Saling Tenggang Rasa
Baca Juga
Hal tersebut diungkap oleh Pakar Performance Art asal Yogyakarta, Iwan Wijono, dalam lokakarya bertajuk 'Multidimensional Performative Art' di Waduk Universitas Diponegoro, Semarang.
"Bahwa Nusantara memiliki konteks spiritual yang sangat kuat. Kearifan lokal yang dimiliki oleh Indonesia, menjadi sumber inspirasi dan kreatifitas yang dapat dimanfaatkan oleh seniman," kata Iwan, Minggu (5/5) sore.
Iwan menerangkan, seniman kontemporer lebih mencari pencapaian konteks baru pada setiap kesempatan. Artistik dan estetikanya, lanjut Iwan, muncul pada ruang maupun publik di mana karya itu tampil.
"Tidak tergantung dari satu atau lebih jenis media seninya, dan tidak tergantung kepada ruang seni saja untuk ditampilkannya, apalagi di zaman yang serba digital dan online hari ini," ungkapnya.
Dalam pemahaman lebih jauh, Iwan mengatakan bahwa seniman adalah pencipta. Menurut dia, hidup seniman adalah medium kesenian dan kehidupan ini adalah galeri.
"Dengan kesadaran baru ini, menjadi sangat banyak kemungkinan baru untuk membuat karya dan event. Kesenimanan, pengkaryaan, ruang dan waktu, menjadi banyak kemungkinan sesuai kebutuhan kreatif sang seniman," paparnya.
Dalam lokakarya tersebut, beberapa karya dipresentasikan oleh peserta. Peserta mengeksplorasi segala kemungkinan pada tubuh mereka dan ruang sekitar.
Dari berbagai presentasi karya tersebut, banyak persoalan diangkat seperti, Ekologi, politik, spiritual, korupsi, masalah personal, dan kritik terhadap pemerintahan.
- Festival Ogoh-Ogoh, Kedepankan Semangat NKRI
- Living In Heritage, Pameran Koleksi Ekslusif Maestro Batik Indonesia
- Sanggar Greget Semarang Gelar Pertunjukkan “Tanda Tresno”