Setara Institute mengkritik upaya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang memanggil pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti laporan pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
- Bupati Karanganyar Menggelorakan Pesan Pemilu Damai 2024
- Prabowo Berpengalaman Geostrategis untuk Wujudkan Perdamaian Regional
- Projo Jateng Siap Menangkan Prabowo-Gibran
Baca Juga
Setara Institute mengkritik upaya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang memanggil pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti laporan pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
Ketua Setara Institute, Hendardi menilai, pemanggilan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan juga BKN bukan saja tidak tepat. Tetapi juga berkesan mengada-ada.
"Karena seperti hanya terpancing irama genderang yang ditabuh 51 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Itu jumlahnya kurang dari 5,4 persen pegawai KPK," ujar Hendardi, Kamis (10/6).
Menurut Hendardi, TWK yang diselenggarakan KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi terkait lainnya yang di antaranya BIN, BNPT, BAIS TNI, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, adalah untuk urusan administrasi negara yang masuk dalam lingkup hukum tata negara (HTN).
"Dan hal ini merupakan perintah UU dalam rangka alih tugas pegawai KPK menjadi ASN. Jika ada penilaian miring atas hasil TWK ini mestinya diselesaikan melalui hukum administrasi negara, bukan wilayah hukum HAM, apalagi pidana," papar Hendardi, seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.
Maka dari itu, Hendardi menyayangkan kinerja Komnas HAM yang memproses laporan para pegawai KPK yang tidak lolos TWK ini, hingga bahkan memanggil pimpinan KPK dan BKN.
Padahal di perihal ini, seharusnya lembaga yang dipimpin Taufan Damanik ini tidak menimbulkan kesan yang seolah ada aspek pelanggaran HAM.
"Semestinya Komnas HAM meneliti dan menjelaskan dahulu ruang lingkup dan materi dugaan pelanggaran HAM yang terjadi sebelum memanggil pimpinan KPK dan BKN," ungkapnya.
"Komnas HAM harus tetap dijaga dari mandat utamanya sesuai UU untuk mengutamakan menyelesaikan dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat (gross violation of Human Rights)," pungkas Hendardi. [sth]
- Gerindra Walk Out Saat Komisi III RDP Dengan Kapolri
- Wali Kota Semarang: Netralitas ASN Harus Jadi Harga Mati
- Hampir 8 Jam Dikepung, Neno Warisman Akhirnya Bisa Keluar Dari Bandara Batam