Setia Berkoalisi di Pilkada Kudus Bersama Gerindra, Meski Golkar Diuntungkan Putusan MK

Pasangan Hartopo dan Mawahib saat menerima rekomendasi DPP Partai Golkar yang mengusungnya dalam Pilkada Kudus.
Pasangan Hartopo dan Mawahib saat menerima rekomendasi DPP Partai Golkar yang mengusungnya dalam Pilkada Kudus.

Dikabulkannya sebagian permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait ambang batas pencalonan kepala daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK) kini memicu pro dan kontra.


Dalam putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 itu, MK memberikan rincian ambang batas yang harus dipenuhi partai politik (parpol) atau gabungan parpol partai peserta Pemilu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah yakni gubernur, bupati dan walikota.

Dengan ditetapkannya putusan MK, tentu syarat pencalonan tidak lagi berdasarkan perolehan kursi di DPRD kabupaten, melainkan didasarkan pada jumlah daftar pemilih tetap sebagaimana disyaratkan untuk calon independen.

Untuk diketahui, di Kabupaten Kudus sendiri jumlah total Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat Pemilu 2024 lalu sebanyak 624.666 jiwa. Kemudian untuk Pilkada Kudus, maka syarat pencalonan kepala daerah masuk dalam kategori ketentuan dari putusan MK yang bunyinya:

Untuk Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten/kota tersebut.

Jika mengacu pada ketentuan tersebut, maka jumlah parpol yang bisa mengusung paslon Cabup dan Cawabup sendiri pada Pilkada Kudus 2024 semakin bertambah.

Sebelumnya, hanya PDI Perjuangan saja yang berhak mengusung paslon cabup dan cawabup sendiri. Namun berdasarkan putusan MK tersebut, maka akan ada empat parpol yang bisa mengusung paslon sendiri karena perolehan suaranya pada pemilu lalu di atas 7,5 persen. Empat parpol itu yakni PDI Perjuangan, PKB, Partai Gerindra, dan Partai Golkar.

Secara lengkap, perolehan suara sah parpol dalam Pemilu Anggota DPRD Kudus tahun 2024 sesuai SK KPU Kudus nomor 513 tahun 2024 adalah sebagai berikut:

Sementara, untuk parpol lain tetap membutuhkan koalisi untukagar bisa mencapai angka 7,5 persen suara sah. Namun parpol tersebut tak harus parpol yang memiliki kursi di DPRD. Parpol nonparlemen pun kini bisa berkoalisi untuk mengajukan calon, asalkan total perolehan suara koalisinya mencapai 7,5 persen.

Menyikap putusan MK itu, Anggota KPU Kudus Divisi Teknis Ahmad Kholil mengaku, KPU daerah masih menunggu petunjuk langsung dari KPU Pusat.

“KPU di daerah saat ini masih menunggu petunjuk langsung dari KPU Pusat. Untuk saat ini, KPU daerah tidak diperkenankan memberikan statemen terkait hasil putusan MK tersebut,” ujar Kholil kepada sejumlah wartawan.

Di lain sisi, munculnya putusan MK itu sebenarnya membuat peta bursa calon di Pilkada Kudus berpeluang berubah. Apalagi beberapa parpol sampai saat ini masih belum mengambil keputusan final tentang siapa yang akan diusungnya.

Perkembangan terkini, bursa calon Pilkada Kudus masih mengerucut dengan duan nama. Yakni pasangan Hartopo-Mawahib yang mengantongi dukungan dari Gerindra, Golkar dan PSI.

Kemudian pasangan Sam’ani- Bellinda Putri Sabrina Birton yang resmi mengantongi dukungan dari PKB, Nasdem, Hanura, PAN, dan PPP. Melihat situasi yang ada, tampaknya dinamika tersebut kecil kemungkinan akan muncul.

Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris DPD Partai Golkar Kudus, H Mawahib mengaku belum ada niatan untuk mengubah dinamika peta politik di Kudus yang ada saat ini.

Mawahib yang juga bakal calon Wakil Bupati masih berpasangan dengan Hartopo yang juga incumbent Bupati Kudus. Meskipun Partai Golkar sudah bisa mengajukan calon sendiri usai munculnya putusan MK, namun kata Mawahib, partainya masih berkomitmen dengan kesepakatan koalisi yang sudah dibangun dengan Gerindra.

“Sampai saat ini kami masih menghormati koalisi yang sudah ada,” pungkasnya.