Si Melon Masih Bikin Gaduh, Politisi PDIP Desak Operasi Pasar

Dok. RMOLSumsel
Dok. RMOLSumsel

Kendati Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar gas elpiji tiga kilogram alias Si Melon kembali bisa dijual pengecer, namun nyatanya, di lapangan, keberadaannya masih sulit untuk didapatkan warga.

Menyikapi hal ini, anggota fraksi PDI Perjuangan, DPRD Khusus Jakarta, Hardiyanto Kenneth, mendesak Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) Jakarta untuk segera menggelar operasi pasar.

“Saya mendesak disnakertransgi melakukan langkah nyata guna mengatasi kelangkaan dan menstabilkan pasokan serta pengendalian harga LPG bersusbsidi ini dengan menggelar operasi pasar,” kata Hardiyanto Kenneth, Sabtu (8/2).

Pria yang akrab disapa Bang Kent itu menduga adanya oknum yang bermain di balik kelangkaan stok gas melon ini, demi untuk kepentingan pribadi. 

“Sudah jelas Presiden Prabowo memerintahkan Bahlil, untuk mengatasi permasalahan ini. Dan sudah disebut Bahlil stok aman, tetapi kenyataannya Masyarakat masih harus mengantri untuk mendapatkan LPG subsidi ini. Mau sampai kapan menyengsarakan rakyat,” tegas Bang Kent.

Bang Kent yang juga Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas RI) PPRA Angkatan LXII ini mendesak Pemerintah Daerah Jakarta untuk menjalin sinergitas dengan pertamina dan dinas usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk untuk mencari solusi yang berpihak pada Masyarakat sekaligus mengedukasi agar membeli tabung LPG sesuai kebutuhan dan tidak perlu panic buying.

“Selain melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak melakukan panic buying, hal penting lain yang harus diperhatikan adalah pengawasan ketat dari pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap rantai distribusi si melon ini,” imbuh Bang Kent.

Bang Kent menekankan adanya penegakan hukum yang tegas bagi siapapun pelanggar, yakni yang menjual dengan harga yang tidak wajar dan penimbun agar memberikan efek jera. 

“Payung hukumnya jelas, pelaku dapat dijerat pasal 55 UU RI Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, sebagaimana diubah dalam Pasal 55 UU RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ancaman bagi pelanggar maksimal 6 tahun penjara,” terangnya.

Lebih lanjut Bang Kent menyatakan sepakat dengan pernyataan Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan orang kaya menggunakan LPG 3 kg dan pertalite bersubsidi. Hal ini ditetapkan karena peruntukan dari keduanya sudah jelas yakni untuk warga kurang mampu.

“Pemerintah telah mengatur distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk transportasi umum dan nelayan. Sedangkan gas LPG 3kg untuk rumah tangga miskin, usaha mikro, nelayan dan petani miskin,” Bang Kent mengingatkan.

Sebelumnya, antrian untuk mendapatkan si melon masih mengekor, khususnya beberapa tempat di Jakarta. Kondisi ini muncul pasca kebijakan pelarangan penjualan si melon di tingkat pengecer per Sabtu (1/2) yang lalu.

Menurut Yuliot Tanjung, Wakil Menteri ESDM aturan pembelian gas LPG 3 kg yang hanya bisa dilakukan di pangkalan resmi Pertamina dimaksudkan untuk mengendalikan harga eceran tetinggi (HET). 

Dengan dalih pengendalian harga, pengecer diwajibkan untuk mendaftarkan diri menjadi sub pangkalan LPG 3kg.