Smartfren Dukung Generasi Muda Berinvestasi Sejak Dini

Smartfren mendukung generasi muda melek teknologi dalam menyiapkan masa depan finansial lebih baik melalui pengelolaan keuangan dan investasi sejak dini.


Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas, Ike Widiawati mengatakan, ada banyak alasan orang pensiun mulai dari pilihan hingga keterpaksaan.

“Usia pensiun di Indonesia itu 56 sampai 57 tahun itupun kalau kita bisa terus survive terus untuk bekerja di perusahaan, ada yang bahkan sebelum usia pensiun terpaksa berhenti bekerja karena berbagai alasan. Maka dari itu, kita harus memikirkan risiko-risiko tersebut agar punya keleluasaan dan ketenangan dalam menjalani hidup,” ujar Ike Widiawati, di sela-sela kegiatan literasi keuangan dan investasi bertajuk "SimInvestival Goes to Office: Smart Investment for Long Haul", dalam siaran rilisnya, Senin (15/5).

SimInvestival secara rutin digelar sejak 2022 untuk mengedukasi generasi muda Indonesia terkait keuangan dan investasi. Kegiatan yang biasa diadakan untuk perguruan tinggi ini untuk pertama kalinya digelar untuk karyawan perkantoran berkolaborasi dengan Smartfren.

Ike juga mengajak para peserta untuk mulai berinvestasi. Meliputi menyisihkan uang kecil, lalu besarannya dinaikkan secara bertahap. Sedangkan, untuk perencanaan pensiun, maka instrumen investasi yang dipilih diprioritaskan sisi keamanan untuk jangka panjang.

Head of Strategic and Business Development Sinarmas Sekuritas, Eyfrel Likuajang menjelaskan, salah satu hambatan dalam merencanakan keuangan adalah tergiur iming-iming keuntungan besar. Hal ini seperti yang dialami banyak korban investasi palsu atau investasi bodong.

“Sebagian besar korban terbuai dengan iming-iming imbal hasil besar dan berpikir bahwa ada cara cepat mendapat keuangan. Ciri khas dari investasi bodong ini antara lain: iming-iming imbal hasil yang pasti dan tidak masuk akal, tidak ada izin usaha, dan biasanya menggunakan skema ponzi atau money game,” jelas Eyfrel.

Chief Investment Officer Sinarmas Asset Management, Genta Wira Anjalu menjelaskan, dalam berinvestasi ada banyak strategi yang dapat disesuaikan dengan profil risiko dari masing-masing investor.

“Investasi adalah lawan dari inflasi. Lantas Instrumen investasi apa yang paling baik? Berdasarkan kinerja tahun 2009 sampai 2019, maka saham memiliki return paling tinggi 11,7 persen p.a, disusul obligasi 9,88 persen p.a, emas -3.62 persen p.a, serta deposito 5 persen p.a. Meski demikian dari total lebih dari 700 emiten di pasar modal hanya 30 persen di antaranya yang memberikan return lebih tinggi dari IHSG. Untuk itu pentingnya menimbang kembali profil risiko masing-masing untuk menyesuaikan dengan tujuan keuangannya,” pungkas Genta.