Sungguh Tragis, Produksi Padi Melorot di Jateng, Begini Respon Rektor UMK

 Prof. Darsono saat menjadi narasumber di salah satu stasiun televisi terkait ketahanan pangan di Jawa Tengah.
Prof. Darsono saat menjadi narasumber di salah satu stasiun televisi terkait ketahanan pangan di Jawa Tengah.

Volume produksi padi dan beras di Jawa Tengah (Jateng) terus mengalami penurunan sejak tahun 2021-2023. Kondisi itu juga diperparah menyusutnya luas panen yang mencapai hampir 60 hektar.


Sedangkan di sisi lain produksi jagung, ubi kayu, dan ubi jalar juga bersifat fluktuatif. Kondisi itu terungkap dalam laporan yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng.

Karena itu, kondisi tersebut patut diperhitungkan terkait isu ketahanan pangan yang juga menjadi persoalan global. Rektor Universitas Muria Kudus (UMK) Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si tergerak untuk buka suara merespon realita yang terjadi.

Darsono mengatakan, sektor ketahanan pangan saat ini memang masih indah untuk didiskusikan, namun juga harus lekas didaulatkan. Karena itu, pendekatan pembangunan pertanian ini harus direka ulang dan ditata ulang.

“Tujuannya dalam kerangka agar bisa melakukan recovery terhadap semua deplisi dan semua penurunan (hasil pertanian) yang terjadi, baik itu dari sisi luasan, kuantitas, hingga kualitas hasil pertanian,” ujar Prof. Darsono saat menjadi narasumber di salah satu stasiun televise baru-baru ini.

Provinsi Jawa Tengah, kata Darsono, sejatinya memiliki wilayah serta lahan yang subur. Namun dalam konteks sektor pangan di wilayah Jawa Tengah terdapat fragility atau kerapuhan.

“Sehingga, bagaimana Jateng ini membuat desain untuk mengatasi semua itu (sector kerapuhan pangan) adalah harus berani melakukan hal baru, misalnya melakukan scaling up dari sisi pengusahaan, jadi pendekatannya itu memang harus dari hukui ke hilir,” jelasnya.

Berdasarkan sejumlah teori, imbuh Darsono, para petani di Indonesia belum bisa disebut sebagai “farmer”, melainkan passion, dimana hanya petani subsisten.

“Bagaimana sektor ini (petani subsisten) di-scaling up menjadi pengusahaan pertanian yang benar-benar berbasis kepada anallisis produksi yang baik,” tegasnya.

Darsono menilai bahwa pergeseran tata kelola kebijakan pembangunan pertanian yang cenderung governance leads menuju kepada privat. Di mana penatalaksanaan program pertanian tidak lagi sepenuhnya dikelola oleh pemerintah.

“Namun terdapat peran pihak swasta hingga masyarakat secara umum, dengan catatan ada mekanisme insentif yang memadai,” tambahnya.

Darsono menambahkan, pada poin berikutnya adalah bagaimana melakukan perbaikan-perbaikan dari sisi usaha tani, sehingga sektor pengusahaan pertanian dapat berjalan lebih efisien.