Urban Farming Membuat Siswa SMP Negeri 1 Semarang Lebih Kreatif

Program Urban Farming yang diluncurkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dan dilakukan secara serentak di kantor-kantor OPD hingga sekolahan berdampak positif terutama bagi siswa sekolah.


Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Semarang, Nining Sulistyaningsih mengaku dengan adanya urban farming anak-anak dinilai lebih kreatif dan bertanggung jawab. Bahkan ia mengaku jika SMP Negeri 1 sudah mengawali membuat urban farming di sekolah sejak tahun 2020. 

“Kami melaksanakan smart urban farming School yang merupakan prioritas Pemkot Semarang untuk urban farming di sekolah. Kami sudah mengawali sejak 2020,” kata Nining, Jumat (10/3).

Nining mengatakan urban farming yang ada di SMPN 1 juga cukup bervariasi, mulai dari menanam daun mint, buah strawberry dan saat ini menanam sayur-sayuran seperti sawi, cabai, tomat hingga daun bawang.

“Kita kembangkan sawi hijau dan ungu tapi juga kita tanam cabai, terong, tomat, daun bawang dan seledri,” jelasnya.

SMPN 1 Semarang juga memiliki program “sasi sagu saka sama sata” yakni satu siswa, satu guru satu karyawan satu masyarakat satu tanaman. Harapannya dengan semua pihak diminta untuk menanam maka urban farming akan semakin masif. 

Saat ini bahkan sudah ada lebih dari 1.000 tanaman yang ditanam melalui program tersebut yakni dari 916 siswa, para guru, paguyuban orang tua hingga masyarakat sekitar.

“Kami serentak menanam di dalam lingkungan sekolah dan taman ajisoko didepan sekolah juga kami tanami,” tuturnya.

Hasil panen dari program urban farming ini nantinya akan dinikmati bersama dan sebagian dijual kepada orang tua dan guru. Uang andil penjualan nantinya akan dibelikan bibit untuk bisa ditanam kembali.

“Kita punya hari menanam yakni hari Jumat pagi lalu disela-sela waktu istirahat mereka harus merawat tanaman masing-masing dan kalau sampai mati harus tanggung jawab dengan cara mengganti,” bebernya.

Program smart urban farming ini juga menjadi penanaman karakter profil pelajar Pancasila yakni bagaimana kemandirian dibangun, hingga memiliki nalar kritis.

“Misalnya sawi ada kutunya lalu anak-anak mencoba memecahkan masalah dengan menggunakan bahan organik yakni dengan nasi dan bawang putih yang dibuat larutan lalu disemprotkan dan ternyata bisa hilang. Pupuk juga kita buat sendiri dari kulit pisang dengan kotoran kambing,” terangnya.