Wibawanto Widodo: Alternatif Pertahanan Bagi Negara Maritim Di Indonesia Tanpa Kapal Induk

Hari Ulang Tahun TNI Ke-79 Dengan Defile Senjata Maung MV3 Mobile Jammer Buatan Pindad. Dokumentasi Pindad
Hari Ulang Tahun TNI Ke-79 Dengan Defile Senjata Maung MV3 Mobile Jammer Buatan Pindad. Dokumentasi Pindad

Jakarta - Doktrin Pertahanan Indonesia adalah pertahanan defensif sehingga memungkinkan pengembangan pertahanan negara dengan alternatif yang lebih memadai untuk karakter teritorial Indonesia.


Dr Wibawanto Widodo, yang mengambil gelar masternya pada National Defense University dengan subyek International Security Strategy, Irregular Warfare and Compating Terrorism, memberikan pendapatnya soal kapal induk untuk armada perang Indonesia kepada Redaksi RMOLJawaTengah pada Senin (17/02) malam.

Menurutnya, daripada memiliki kapal induk, Indonesia lebih memerlukan kapal selam modern untuk strategi anti-access/area denial (A2/AD) di perairan yang sempit di antara pulau.

Indonesia juga perlu memiliki kapal fregat dan korvet yang diperlengkapi dengan rudal untuk pertahanan laut, ujarnya lagi. Kelengkapan dari semua itu juga perlunya sistem rudal anti-kapal dan anti-udara yang berbasis darat.

PhD dari Universitas Exeter tersebut juga mengatakan untuk armada udara, Indonesia juga dapat mengembangkan pertahanan berlapis antara pesawat tempur dan drone berteknologi tinggi.

Strategi A2/AD sangat relevan bagi kondisi teritorial Indonesia adalah Indonesia dapat mempertahankan kedaulatan maritimnya di perairan Laut Natuna Utara.

“Komponen A2/AD bisa berupa sistem rudal anti-kapal, kapal selam serang, sistem pertahanan udara, dan pesawat tempur dan drone,” ujar lulusan George Mason University tersebut dengan gamblang.

Pendapatnya ini ternyata sesuai dengan pendapat dua narasumber Redaktur RMOLJawaTengah sebelumnya, Ardie Sutedja dan Mayjen Mar (Purn) Sudarsono Kasdi. Keduanya menjawab pertanyaan tentang wacana Laksamana Muhammad Ali, Kepala Staf TNI-AL, yang mulai mempertimbangkan keberadaan kapal induk pada matra laut Indonesia.

Liputan tersebut dapat dibaca pada tautan berikut:

Indonesia Negara Maritim, Perlukah Memiliki Kapal Induk?

Indonesia sudah memiliki drone dan mampu memproduksinya sendiri. Setidaknya ada rekanan Balitbang Kementerian Pertahanan yang mampu membuat drone yang memenuhi persyaratan. Salah satunya adalah drone Kamikaze yang mampu membawa warhead (hulu ledak) seberat 800 gram. Tidak diketahui apakah senjata ini sudah memasuki tahap produksi massal.

Baru-baru ini, Indonesia sudah melakukan kerja sama dengan pihak Turki untuk membangun fasilitas pembuatan drone di Indonesia. Diperkirakan pabrik senjata tersebut untuk membuat Bayraktar TB3 UCAV. Penandatanganan kerjasama tersebut dilakukan saat Presiden Erdogan datang ke Indonesia dalam suatu kunjungan resmi pada Rabu (12/02) lalu.

Sebelumnya Indonesia juga telah memamerkan beberapa senjata anti-drone seperti SPS-1 dan Maung MV3 Mobile Jammer dalam Hari Ulang Tahun TNI ke-79 pada 5 Oktober 2024 lalu. Semuanya produksi dari PT Pindad (Perindustrian Angkatan Darat).

Saat itu Tentara Nasional Indonesia memamerkan senjata anti drone SPS-1 dan Maung MV3 Mobile Jammer, Atraksi saat defile itu juga menggambarkan keadaan imajinari dengan simulasi pengamanan tamu VVIP berikut pengoperasian senjata anti drone. Setidaknya diketahui Maung MV3 Mobile Jammer ini memiliki kemampuan mengacak sinyal dengan jangkauan jamming) 3 km yang miliki metode soft kill dengan jangkauan perusakan pada radius 1,8 km. Sementara untuk metode hard kill drone digunakan melalui senjata SMB SM5 A1 yang miliki kaliber 12,7mm.

Kesimpulannya adalah pertahanan di kelautan Republik Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai alternatif. Kondisi faktual Indonesia yang kekurangan armada kapal dan situasi teritori berupa kepulauan yang selama ini dianggap suatu kelemahan dan hambatan, ternyata memiliki potensi pertahanan yang lain.