Elektabilitas atau tingkat keterpilihan Joko Widodo melorot. Hasil survei Indonesia Network Election Survei (INES) terbaru menyebut elektabilitas Jokowi terjun bebas ke 27,70%. Mengapa elektabilitas Jokowi melorot?
- Bersilaturahmi Dengan Perangkat Desa, Rober Christanto Izin Sosialisasikan Program Kerja
- Pendeta Izak Y. M. Lattu, Ph.D: Sosok Visioner UKSW Menginspirasi Dunia Akademik
- Ketua PDIP Kota Salatiga Ungkap Soal Adanya Mahar Politik
Baca Juga
Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng punya jawaban. Menurut dia ada setidaknya 20 faktor ekonomi yang menyebabkan elektabilitas Jokowi melorot.
Berikut ini ke-20 penyebab elektabilitas Jokowi nyungsep menurut Salamuddin seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL
1. Inflasi di Indonesia meningkat rata rata antara 4 (-/+1) % setiap tahun. Inflasi artinya kenaikan harga harga secara umum. Artinya harga bahan baku, bahan penolong dan harga harga kebutuhan hidup atau barang konsumsi meningkat. Namun kenaikan inflasi tidak diikuti dengan kenaikan upah, pendapatan petani dan pendapatan masyarakat. Kenaikan pendapatan masyarakat tidak lebih besar dari kenaikan inflasi.
2. Pemerintah menargetkan peningkatan inflasi setiap tahun. Inflasi merupakan instrumen untuk menggerakkan ekonomi, menggairahkan dunia usaha agar tetap mau berproduksi. Namun pemerintah tidak pernah menargetkan kenaikan upah dan pendapatan masyarakat dalam rangka menggairahkan buruh dan rakyat untuk bekerja.
3. Pemerintah menjaga laju inflasi dalam rangka kepentingan APBN semata bukan kepentingan menjaga dunia usaha, menjaga upah buruh/pekerja dan menjaga pendapatan masyarakat. Inflasi hanya dikaitkan dengan target APBN.
4. Pemerintah tidak pernah dapat menjaga target inflasi. Inflasi cenderung tidak terkendali terutama terkait dengan harga kebutuhan pokok. Akibatnya daya beli buruh/pekerja dan masyarakat melemah.
5. Defresiasi mata uang rupiah terhadap USD. Pada tanggal 23 April 2017 nilai tukar rupiah terhadap USD senilai Rp. 13.050/USD. Pada 7 April 2018 nilai tukar rupiah terhadap USD senilai Rp. 13.775 atau mengalami defresiasi sebesar 5.56 %. Akhir April 2018 nilai tukar rupiah Rp. 13.900/USD dan sekarang telah melewati batas psikologisnya yahni Rp. 14000/USD. Diperkirakan rupiah akan terus melemah dikarenakan defisit dalam transakasi berjalan Indonesia yang besar.
6. Defresiasi akan berakibat pada kenaikan harga kebutuhan pokok, kebutuhan dasar. Sebagian besar kebutuhan pangan pokok diperoleh dari impor seperti pangan, minyak mentah yang mempengaruhi harga BBM dan listri, bahan baku industry yang mempengaruhi harga kebutuhan dasar lainnya seperti perumahan, pakaian, transportasi, kesehatan, obat obatan, dan lain lain.
7. Pemerintah ditenggarai sedikit senang dengan defresiasi mata uang rupiah terhadap USD karena bisa meningkatkan penerimaan Negara dari sumber luar negeri termasuk penerimaan utang dalam rangka membiayai APBN. Nanum pemerintah tidak memikirkan dampak bagi perusahaan yang membeli energy, bahan baku, dari impor serta utang perusahaan dalam bentuk USD.
8. Pemelamahn rupiah terhadap USD akan mengakibatkan berlanjutnya proses deindustrialisasi, menyebabkan banyak perusahaan di bidang industry bangkrut yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan hancurnya usaha usaha rakyat dikarenakan biaya produksi nasional jauh lebih mahal ketimbang barang impor.
9. Suku bunga yang tinggi. Suku bunga di Indonesia merupakan salah satu yang paling tinggi di dunia. Satu satunya yang dapat dijanjikan oleh pemerintah untuk menarik investasi asing agar masuk ke Indonesia adalah suku bunga.
10. Bank bank nasional berhutang ke luar negeri dengan bunga rendah, lalu meminjamkan kepada masyarakat indonesia dengan bunga yang sangat tinggi, bahkan cenderung sangat mencekik. Bank bank nasional saat ini eksistensinya ditopang oleh utang bukan oleh tabungan masyarakat.
11. Kebijakan suku bunga yang tinggi ini mengakibatkan usaha usaha produktif tidak berkembang, kesempatan kerja langka, hanya surat utang negara yang laku keras.
12. Suku bunga yang tinggi mendorong perusahaan melakukan langkah efisiensi, menekan upah dan membawa dunia usaha kepada prioritas membayar utang. Negara menjadi rentenir bagi warga negara.
13. Pajak dan berbagai pungutan lainnya yang bersifat memaksa sangat diskriminatif. Satu sisi masyarakat disedot dengan pajak tinggi, industri nasional disedot dengan pajak besar, sementara investor asing mendapatkan berbagai fasilitas fiskal. Sistem pajak di Indonesia mengila. Masyarakat malas dalam berinvestasi dikarenakan dibebani pajak yang besar dan berbagai pungutan lainnya termasuk pungutan pemerintah daerah, retribusi dan lain sebagainya. Akibatnya udaha usaha nasional, industri nasional lesu darah. Hidup segan mati tak mau.
15. Importir mendapatkan kemudahan bebas bea masuk. Sementara barang barang yang dihasilkan di luar negeri jauh lebih murah dikarenakan kebijakan negara negara lain yang mendukung industri nasional. Akibatnya industri dalam negeri ambruk karena tidak mampu bersaing.
16. Pajak di Indonesia tidak pernah dapat menjadi instumen distribusi pendapatan dikarenakan terindikasi pengelolaannya sangat korup mulai dari sisi korupsi penerimaan hingga korupsi pengeluaran. Akibatnya pajak adalah penghambat yang besar dalam memajukan kesejahteraan umum.
17. Harga minyak mentah selama dua tahun terakhir cenderung meningkat dari bulan April tahun 2017 antara rata rata USD 50-55 /barel, menjadi 60-65 USD per barel antara bulan marel sampai april 2018 atau mengalami peningkatan 18%. Sekarang harga minyak telah melewati batas USD 70 /barel.
18. Kenaikan harga minyak mentah akan mempengaruhi harga energi untuk industri dalam negeri terutama industri dasar seperti besi baja, petrokimia, meningkatkan ongkos produksi perusahaan dalam negeri. Akibatnya perusahaan bangkrut atau melakukan efesiensi dengan mengurangi upah, atau PHK.
19. Kenaikan harga minyak mentah akan mengakibatkan ongkos produksi BBM dan listrik meningkat. Ini memicu peningkatan harga energi yang dijual oleh perusahaan tersebut untuk kepentingan industri. Ongkos produksi industri meningkat.
20. Kenaikan harga minyak mentah akan meningkatkan biaya produksi BBM dan listrik bagi masyarakat. Ini akan memicu kenaikan harga jual BBM danlistrik komersial kepada masyarakat. Akibatnya daya beli masyarakat akan melorot.
- Gus Yaqut: Momentum Tahun Baru Islam Perkuat Gotong Royong Hadapi Pandemi
- Mohammad Saleh: Kosgoro 1957 Se-Jawa Tengah Dukung Pencalonan Kembali Ketua Umum Golkar Dr. Airlangga Hartarto
- Pedagang Pasar Ambal Kebumen Dukung Sudaryono, Harapan untuk Modernisasi