2.280 Anak Tidak Sekolah di Kabupaten Magelang Butuh Penanganan Serius

Workshop Penyusunan Program Bagi Komunitas Masyarakat Peduli Pendidikan dalam Penanganan ATS dan ABPS di Kabupaten Magelang,  di Grand Wahid Hotel Salatiga. (dok)
Workshop Penyusunan Program Bagi Komunitas Masyarakat Peduli Pendidikan dalam Penanganan ATS dan ABPS di Kabupaten Magelang, di Grand Wahid Hotel Salatiga. (dok)

Merujuk data SIPBM 29 Oktober 2023, di Kabupaten Magelang terdapat 2.280 Anak Tidak Sekolah (ATS). Terdiri dari 1.380 laki-laki dan 900 perempuan, mereka berada di 97 desa replikasi Penanganan ATS.


Masih tingginya angka ATS itu menjadi perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang. Upaya penanganan ATS dan Anak Berpotensi Putus Sekolah (SBPS) ditempuh secara sinergi oleh Bappeda dan Litbangda,  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, bersama Komunitas Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP).

“Memerlukan langkah inovatif dengan melibatkan kolaborasi pentahelix melalui Gerakan Magelang Gumregah Bali Mlebu Sekolah atau Magelang Gemregah Bungah, sehingga anak usia sekolah mampu mengakses Pendidikan,” kata Bappeda dan Litbangda Kabupaten Magelang, M Taufiq Hidayat Yahya.

Menurut dia, masalah pendidikan bagi anak harus mendapatkan penanganan prioritas terutama ATS dan ABPS. Penanganan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi menjadi tanggungjawab bersama dan melibatkan masyarakat dan stakeholder lainnya.

Mengenai prioritas penanganan ATS dan ABPS pada 2024 telah dibahas dalam workshop Penyusunan Program bagi Komunitas Masyarakat Peduli Pendidikan di Grand Wahid Hotel Salatiga, Rabu–Kamis (1–2/10/2023). Workshop diikuti unsur PCNU, PD Muhammadiyah, Baznas, PGRI, Komite Sekolah, kepala desa dan PWI.

Workshop menghadirkan narasumber antara lain, Education Unicef Jawa–Bali, Yuanita M. Nagel, Person in Charge (PIC) Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Kabupaten Brebes, Bahrul Ulum, dan Ketua KMPP Kabupaten Magelang, Drs Eko Triyono.

Penanganan ATS meliputi Pendataan, penyusunan regulasi penanganan ATS, pengembalian ATS ke pendidikan formal maupun non formal, serta monitoring dan evaluasi guna memastikan agar ATS tetap bersekolah. 

Pada 2024, Bappeda dan Litbangda bekerjasama dengan LPPM Universitas Diponegoro melalui kegiatan KKN akan mendata ATS d 30 desa. Dari total 367 desa, masih ada 237 desa yang akan menjadi Desa Replikasi Penanganan ATS.

“Banyak faktor yang melatarbelakangi anak-anak putus sekolah. Misal, faktor jarak, biaya atau kurangnya kesadaran orangtua maupun anak terhadap pendidikan, bahkan faktor anaknya sendiri yang tidak mau sekolah,” ujarnya.

Penanganan ATS maupun ABPS menjadi penting, mengingat menghadapi tahun 2045, generasi yang tidak berkualitas akan tertinggal dan berpotensi masuk dalam lingkaran kemiskinan.

Ketua KMPP Kabupaten Magelang, Eko Triyono mengatakan, penanganan ATS perlu dukungan semua pihak, terutama pemerintah dan dinas terkait, termasuk ormas dan stakeholder lain. Kebersamaan ini penting, agar dapat menyasar di semua lini masyarakat, terutama di pelosok pedesaan.

Setelah dilakukan rekonfirmasi kepada orangtua ATS, maka KMPP menargetkan untuk mengembalikan 1.000 ATS  agar kembali ke sekolah pada 2024.

“Target ini tidak mudah, dan dibutuhkan keseriusan dan ketelitian agar mereka yang putus sekolah bisa segera kembali bersekolah, baik ke lembaga pendidikan formal maupun nonformal,” kata Eko.