Agung Dharmajaya: Jangan Cederai Idealisme Wartawan

60 Peserta Ikuti UKW Dewan Pers

Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya meminta wartawan untuk tidak mencederai idealisme dalam melakukan tugas jurnalistik. Idealisme dan profesionalisme sebagai wartawan harus dijunjung tinggi.


"Banyak media online menampilkan bahasa yang bombastis, ada pula yang menampilkan obat kuat dan gambar-gambarnya. Jangan cederai dan korbankan idealisme kita sebagai wartawan demi berita viral atau iklan. Semua orang dapat mengaksesnya, hingga anak-anak, kita harus perhitungkan dampaknya bagi pembaca," tegas Agung,  saat Uji Kompetensi Wartawan yang digelar Dewan Pers bekerjasama dengan PWI, AJI dan LSPR di Semarang, Jumat dan Sabtu (21-22/5) di Hotel Chanti Semarang.

UKW diikuti 60 peserta, yakni 11 wartawan dari AJI Semarang,  LSPR 18 orang, dan 24 orang dari PWI Jateng.

Hadir dalam acara itu, Sasongko Tejo (PWI Pusat),  Hasudungan Sirait  (AJI)  dan Dr Ahmad Edi A (LPSR).

Agung Dharmajaya menegaskan,  Uji kompetensi bukan hanya menjadi kebutuhan wartawan, tapi juga semua pihak termasuk pemerintah dan masyarakat. Melalui, UKW diharapkan lahir wartawan yang kompeten dan profesional, yang mampu menyajikan berita yang berkualitas dan mencerdaskan kehidupan masyarakat. 

Ada 10 mata uji yang harus diselesaikan, meliputi pengetahuan umum tentang jurnalisme, hukum dan etika pers, keterampilan menulis dan menyunting berita serta kemampuan dalam rapat redaksi. Semua peserta harus lulus di setiap mata uji. Ada satu saja mata uji yang tidak lulus, maka wartawan tersebut dinyatakan belum kompeten.

Dalam situs resminya, Dewan Pers mengupas pentingnya sertifikasi kompetensi wartawan.  Peraturan Dewan Pers No. 1 tahun 2010, yang diperbarui dengan Peraturan Dewan Pers No. 4 tahun 2017 tentang Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) menyebut ada enam tujuan SKW.

Pertama, meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan; Kedua, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan; Ketiga, menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik; Keempat, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual; Kelima, menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan; Keenam, menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.

Dari tujuan di atas dapat disimpulkan beberapa hal. Produk jurnalistik adalah karya intelektual, sehingga proses mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan dalam bentuk berita harus selalu melalui kerja serius, berdasarkan fakta, dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kalaupun ada yang menggugat, penyelesaiannya secara intelektual pula.

UKW, dengan demikian mengukur apakah seseorang yang bekerja sebagai wartawan, dengan beberapa ukuran yang dibuat, sudah pantas disebut sebagai profesional, untuk tingkatan muda, madya, atau utama.

Dengan mengikuti uji kompetensi wartawan di level muda, madya, utama, wartawan harus sudah memahami pesoalan etik dan hukum terkait pers agar dapat lolos ujian. Mulai dari yang bersifat elementer seperti sikap profesional terhadap narasumber, tidak mengintimidasi, sikap berimbang, konfirmasi, sampai dengan sikap independen dan berpihak pada kepentingan publik di tahapan yang lebih rumit. Bahkan, rambu-rambu tentang tidak menerima suap, tidak menerima imbalan terkait berita, tidak plagiat, langsung dikaitkan dengan pencabutan kartu kompetensi, apabila itu dilakukan mereka yang lulus uji kompetensi.

Pada tahun 2022 ini,  lebih 1.800 wartawan mendapat jatah gratis untuk mengikuti uji kompetensi yang diambil dari dana APBN.