Anggota DPRD Salatiga Yang Baru Disoraki

Dipaksa Tandatangan 11 Tuntutan Massa Ireng-Ireng
Gabungan Mahasiswa Tergabung Dalam Aliansi Salatiga Bergerak Saat Mendesak Sembilan Anggota Dewan Untuk Menandatangani 11 Poin Tuntutan Saat Menggelar Unras Di Halaman Gedung DPRD Salatiga, Senin (26/08). Erna Yunus B/RMOLJawaTengah
Gabungan Mahasiswa Tergabung Dalam Aliansi Salatiga Bergerak Saat Mendesak Sembilan Anggota Dewan Untuk Menandatangani 11 Poin Tuntutan Saat Menggelar Unras Di Halaman Gedung DPRD Salatiga, Senin (26/08). Erna Yunus B/RMOLJawaTengah

Sembilan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Salatiga yang hitungan minggu baru dilantik dipaksa menandatangani 11 poin tuntutan massa ireng-ireng, Senin (26/08).


Tuntutan itu diteriakan gabungan mahasiswa tergabung dalam Aliansi Salatiga Bergerak saat nggruduk dan menggelar unjuk rasa (unras) di halaman Gedung DPRD Salatiga, Senin (26/8).

Disodorkan 11 (sebelas) poin tuntutan yang sebelumnya dibacakan Koordinator Aksi sekaligus Lapangan (Korlap) Riski Alisabana, 9 (sembilan) anggota dewan berhadapan langsung dengan ratusan mahasiswa yang mengenakan pakaian serba hitam sebagai bentuk matinya rasa kemanusiaan dan keadilan itu, akhirnya bersedia menandatangani.

Sebelumnya, sembilan anggota DPRD Salatiga sempat meminta untuk dilakukan dialog karena tuntutan para mahasiswa atas nama lembaga. Sementara, Ketua Lembaga dalam hal Ketua DPRD Salatiga Dance Ishak pamit, tidak berada di tempat.

Namun, tuntutan itu ditolak para mahasiswa dan sempat terjadi ketegangan hingga Polri serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) sempat meningkatkan pengamanan.

"Jika tanda tangan atas nama lembaga kami harus melalui satu prosedur lembaga DPRD. Sementara, Ketua DPRD sendiri sedang tidak berada di tempat," ungkap Nono Rohana.

Sampai satu titik klimaks, Anggota DPRD Salatiga yang hadir bersedia untuk menandatangani tuntutan para mahasiswa yang diwakili Alexander Joko Sulistyo Budi Yuwono dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Usai mendapatkan apa yang diinginkan, para pedemo membawa kembali lembaran tuntutan tersebut.

"Kami akan mengawal dan memastikan 7 X 24 jam tuntutan kami untuk direalisasikan sejak ditandatangani," ungkap Riski Alisabana Koordinator Lapangan perwakilan Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), Salatiga.

Ada pun 11 tuntutan yang didesak para mahasiswa untuk direalisasikan itu diantaranya, mengingatkan pemangku kebijakan di Kota Salatiga untuk peduli terhadap persoalan-persoalan yang sedang bergulir saat ini.

"Terkait dengan kehidupan atau kami menuntut 11 poin yang pertama mengawal ugal-ugalan penguasa dalam melancarkan kepentingan pribadi," kata Rizki.

Yang kedua, lanjut Rizki, mendesak agar Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset segera disahkan, mengawal pejabat publik untuk memihak kepada rakyat, mendesak penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan mencegah Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang rentan hingga rakyat terpisah dari tanah kehidupannya.

Selain itu, para pedemo juga menuntut  dan mendesak netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), Polri serta TNI dalam eskalasi politik yang saat ini telah bergulir.

"Kami juga mendesak agar mengkaji ulang alokasi APBD atas pembangunan kawasan wisata religi Salatiga yang mudah untuk dikorupsi di Kota Salatiga," imbuhnya.

Aksi yang diwarnai penempelan poster dan banner meneriakkan "Mendidik Rakyat dengan Pergerakan Mendidik Rakyat", "Jika Solidaritas adalah Senjata Mari Kita Kokang Bersama" serta ratusan tulisan-tulisan bernada sindiran terhadap pemerintah.