Apindo Tidak Sepaham dengan Usulan UMK dari Buruh dan Pemerintah

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang dengan tegas mengaku tidak sepakat dengan usulan UMK tahun 2023 yang diajukan oleh serikat pekerja dan Pemerintah yakni sebesar 7,95 persen.


Sekretaris Apindo Kota Semarang sekaligus Anggita Dewan Pengupahan Kota Semarang, Nugroho Aprianto mengungkapkan mengusulkan untuk kenaikan UMK Kota Semarang sebesar 4,31 persen. 

Hal itu disampaikan saat rapat pleno bersama serikat pekerja dan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Semarang.

Ia menjelaskan saat ini serikat pekerja dan pemerintah mengusulkan kenaikan UMK berdasarkan  Peraturan Pemerintah (Permen) Tenaga Kerja No. 18 tahun 2022 padahal menurut Nugroho Permen tersebut tidak sah karena bertentangan dengan aturan undang-undang yang ada.

“Jadi pihak buruh berpegang pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 18 Tahun 2022 sedangkan Apindo berpegang pada PP 36 Tahun 2021. Jadi dari Apindo menolak Permen tersebut. Karena jelas bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi seperti UU No 13 Tahun 2003 kemudian UU No 2020 Cipta Kerja dan juga surat keputusan Mahkamah Agung No 91 Tahun 2020. Jadi intinya Keputusan Mahkamah Agung itu mengamanatkan tidak boleh ada kebijakan sebelum perubahan UU Cipta Kerja itu tuntas,” papar Nugroho, Selasa (29/11).

Ia menyebutkan ada formula yang dirubah oleh Permen No 18/2022 itu, pasalnya rumus penghitungan yang cukup detail membuat pengusaha kesulitan menghitung satuan upah yang harus dikeluarkan. 

Dalam penghitungan berdasarkan Permenaker No 18/2022 ada item ‘Alpha’ yang menjadi faktor penghitungannya menjadi sangat tidak pasti.

“Nah alphanya ini yang angkanya saja di BPS tidak ada. Alpha sendiri terdiri dari faktor produktifitas dan kesempatan kerja yang di BPS tidak ada. Tapi di Peraturan Menteri Tenaga Kerja ditentukan alphanya dari 0,1 sampai dengan 0,30. Dan di situ ada batas tidak boleh lebih dari 10 persen untuk kenaikkannya. Jadi jelas itu bertentangan dengan PP 36/2021,” ungkapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan dalam PP 36/2021 tersebut untuk Upah Minimum Provinsi (UMP) ditetapkan pada 21 November sementara di Permen 18/2022 dirubah menjadi 28 November.

“Untuk UMK, seharusnya ditetapkan 30 November dirubah menjadi 7 Desember. Jadi sesuai dengan tata urutan undang-undang itu sudah menyalahi,” terangnya.

Nugroho menjelaskan jika pihaknya tidak sependapat dengan aturan pada Permen 18/2022 tersebut. Sehingga pihaknya memberikan usulan kenaikan UMK sebesar 4,31 persen atau Rp 2.957.264,89.

“Itu yang menurut kami sesuai dengan PP 36/2021. Tapi kalau serikat buruh memang sama dengan pemerintah yaitu mengikuti Permen 18/2022,” ujarnya.

Ia menjelaskan jika saat ini Apindo dan 10 asosiasi pengusaha di tingkat nasional telah mengajukan uji materi dan gugatan Permennaker 18/2022 ke Mahkamah Agung dengan Denny Indrayana sebagai pengacaranya.

“Untuk Permen 18/2022 itu telah kami uji materilkan ke Mahkamah Agung dengan pengacara kami yaitu Prof. Denny Indrayana. Nah itu kemarin baru diajukan ke Mahkamah Agung. Itu bukan hanya Apindo, tapi juga 10 assosiasi pengusaha lainnya,” pungkasnya.