Asa Para Mitra Melintas Badai Pandemi, Menjemput Rezeki Bersama Gojek

Amin Lili Safian (37) mitra Difabel Gojek di Semarang, membuka pintu untuk penumpangnya. Lili, sapaan akrabnya, merupakan satu dari 10 mitra difabel Gojek di wilayah Semarang. Foto-foto RMOL Jateng/Stefy Thenu.
Amin Lili Safian (37) mitra Difabel Gojek di Semarang, membuka pintu untuk penumpangnya. Lili, sapaan akrabnya, merupakan satu dari 10 mitra difabel Gojek di wilayah Semarang. Foto-foto RMOL Jateng/Stefy Thenu.

Kumandang azan subuh bergema dari masjid di sudut kampung di Perumahan Griya Rafada, Meteseh, Tembalang, Kota Semarang. Getarannya menembus tembok rumah, dan sontak membangunkan Amin Lili Safian (37) dari kantuknya. Segera dia beringsut dari ranjangnya. Ika Fitriani, istri tercintanya, yang lebih dulu bangun, membawakannya tongkat. Dengan tongkat itu, Lili, sapaan akrabnya, bergegas ke kamar mandi. Usai membasuh muka dan mengambil air wudhu, ayah dua anak ini kembali ke sudut kamarnya untuk melaksanakan sholat subuh.


Kedua anaknya, Allief Winner Ramadan (10) dan Hilya Salsabila (1,5) masih terlelap. Usai menunaikan ibadah, Lili membantu sang istri memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci. Sambil mesin cuci bekerja dan dilanjutkan sang istri, Lili menghampiri mobil Daihatsu Xenia H 9305 BY. Sebelum dipakai bekerja, mobil itu harus dicuci bersih.

Itulah ritual kehidupan yang setiap hari dilakoni pria kelahiran Kebumen 7 September 1985 itu, sebelum memulai pengembaraannya sebagai mitra Gojek, melintas banyak jalanan, keluar masuk kompleks perumahan sempit, menembus banjir rob, hingga menerjang jalanan yang rusak di penjuru Kota Semarang, dan sekitarnya.

‘’Habis sholat subuh, bantu-bantu istri, cuci mobil atau motor, setelah itu lanjut antar anak sulung saya ke sekolah,’’ ungkap Lili, dalam perbincangan dengan RMOL Jateng, Sabtu (29/10).

Anaknya Allief Winner Ramadan, baru duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar Negeri Tambangan, Mijen.  Waktu tempuhnya sekitar 10 menitan untuk sampai ke sekolah.  

‘’Selesai antar anak sekolah, saya langsung onbid, buka aplikasi dan melayani orderan,’’ kata Lili.

Lili merupakan satu dari sedikitnya 10 orang mitra Gojek distrik Semarang yang berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas. Bergabung dengan Gojek sejak 2019, Lili sebelumnya adalah driver sebuah perusahaan yang menjadi vendor GoArmada. Tiga tahun bersama vendor, anak sulung dari dua bersaudara itu, baru memutuskan bergabung secara mandiri sebagai mitra Gojek pada 20 Juli 2022.

Kondisi yang dialaminya bermula dari peristiwa kecelakaan pada 2006 silam, saat dirinya tengah bekerja di Karawang, Jawa Barat. Saat melintas di depan Polres Karawang, motor yang dikendarainya ditabrak mobil. Lili terjatuh, dan nahas sebuah truk sempat melindas sepeda motornya hingga hancur.

‘’Saat itu, seluruh bagian kaki kanan saya langsung mati rasa. Saya dilarikan ke rumah sakit. Beruntung, kaki saya tak sampai diamputasi. Hanya tulang paha patah dan harus dipasangi pen,’’ ungkapnya.

Amin Lili segera meluncur mengantarkan penumpang. Dari pekerjaan sebagai mitra Gojek, Lili berhasil memiliki rumah serta mencicil mobil dan smartphone.

Butuh waktu sampai setahun untuk menyembuhkan luka-luka pascakecelakaan lalu-lintas tersebut. Akibatnya, Lili harus berhenti dari perusahaannya dan pulang kampung ke Kebumen.

Usai sembuh, Lili tak lagi normal seperti dulu. Untuk berjalan, dia harus memegang tongkat untuk menyangga tubuhnya agar seimbang dan tidak oleng. ‘’Saya praktis jadi pengangguran di rumah,’’ kata Lili.

Lama menganggur, usai pulih, dia memutuskan nekad merantau ke Semarang. Tak ada sanak keluarga atau kenalan di ibukota Jateng ini. Tapi, tekadnya untuk bekerja dan mandiri sudah bulat. Meski berkebutuhan khusus, Lili mahir mengemudikan mobil. Nasib baik berpihak padanya. Lili dapat pekerjaan sebagai sopir pribadi seorang perwira polisi yang bertugas di Polda Jateng. Sayangnya, hanya setahun bekerja, dia kembali menganggur karena sang majikan pensiun.

Tak lama, dia pun berganti majikan yang tinggal di Perum Bukit Semarang Baru (BSB). Saat tengah nongkrong di sebuah warung kopi, tanpa sengaja, Lili berkenalan dengan seorang mitra Gojek.

‘’Dia bilang, ini lho penghasilan dari hasil ngojek. Wah, kok besar sekali. Bayangkan, saat jadi sopir pribadi, saya cuma digaji Rp900 ribu per bulan. Jelas, saya tertarik dan memutuskan meninggalkan pekerjaan sebelumnya,’’ kata Lili.

Cerita teman barunya itu, ternyata bukan bualan semata. Saat bergabung dengan Gojek, Lili mengaku, penghasilannya langsung meningkat empat sampai lima kali lipat. Sebelum pandemi Covid-19, dalam sebulan dia berhasil membawa pulang Rp6-7 juta sebulan. Bahkan, pernah sampai Rp 9 juta.

‘’Dalam sehari rata-rata melayani order hingga 19 kali, bahkan tertinggi sempat mencapai 21 kali,’’ ungkapnya.

Menjadi mitra Gojek, tampaknya mengubah harkat dan kesejahteraan hidup Lili. Dia bukan saja bisa mencicil angsuran mobil yang setiap bulannya membutuhkan biaya Rp1,8 juta, namun penghasilan sebagai mitra Gojek juga mampu mewujudkan harapannya bersama keluarga: membeli rumah!

‘’Dari hasil Gojek, saya menabung sedikit demi sedikit. Hasilnya, terkumpul Rp20 juta untuk bayar uang muka rumah. Angsurannya baru jalan 1,5 tahun dengan cicilan Rp1.520.000 per bulan dengan jangka waktu kredit  selama 10 tahun,’’ papar Lili dengan mata berbinar-binar.

Tiga tahun lagi, kata Lili,  cicilan mobilnya lunas. Saat ini, dia juga masih bisa membayar angsuran Rp300 ribu untuk mengganti smartphone-nya yang telah usang.

‘’Prinsipnya, selalu berdoa dan berusaha. Jangan menyerah dengan keadaan. Yang pasti, Gojek sangat sangat membantu hidup saya dan keluarga,’’ tandasnya.

Meski di masa setelah pandemi berangsur-angsur pulih, pendapatannya sedikit mengalami penurunan dibandingkan sebelum pandemi, Lili mengaku tetap bersyukur. Penghasilannya kini rata-rata Rp 1 jutaan setiap minggu, atau sedikitnya membawa pulang Rp4 juta lebih setiap bulan.

‘’Banyak sedikit tetap saya syukuri. Yang penting, masih bisa tetap bekerja dan menafkahi anak istri,’’ tegasnya.

Ailul Mawazi (26) juga mengaku bisa hidup sejahtera dari bekerja sebagai mitra Gojek. Pria lajang yang menderita autisme ini, bergabung resmi sejak 10 Juli 2019 melalui rekrutmen on the spot.

‘’Dari rumah, niat saya pokoknya cari kerja. Tak sengaja lewat kantor Gojek, dan langsung melamar. Habis ditanya-tanya petugasnya, saya langsung diterima,’’ ungkap Ailul.

Pria kelahiran 21 September 1996 ini mengaku senang karena penghasilan dari Gojek lebih besar dari pekerjaan lamanya sebagai office boy (OB) di kafe. ‘’Disini, saya rata-rata bisa dapat uang Rp3-4 juta per bulan. Dulu, saat kerja di kafe, cuma dibayar Rp800 ribu,’’ ujarnya.

Ailul Mawazi (26) salah seorang mitra difabel Gojek yang bisa membantu ekonomi keluarganya selama masa pandemi.

Anak sulung dari tiga bersaudara ini bahkan mengaku, bisa membantu ibunya secara rutin Rp150 ribu per bulan. Bukan itu saja, warga Papandayan, Semarang ini, rutin pula membelikan sembako berupa beras, telur, minyak goreng dan gula untuk kebutuhan dapur keluarganya.

‘’Saya juga sering kasih uang jajan untuk dua orang adik, yang masih sekolah,’’ ujar Ailul. Dua orang adiknya perempuan berumur 20 tahun dan si bungsu laki-laki yang duduk di bangku kelas 8 SMP.

Kesempatan bagi Penyandang Disabilitas

Head of Regional Corporate Affairs Central, West Java & DIY Gojek, Mulawarman mengatakan, manajemen membuka diri dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara Indonesia, termasuk yang berkebutuhan khusus, untuk bergabung menjadi mitra Gojek.

Kepada RMOL Jateng, VP Corporate Affairs Gojek,  Teuku Parvinanda mengatakan,  Gojek  memberi kesempatan kepada para penyandang disabilitas untuk bergabung menjadi mitra.

‘’Gojek percaya bahwa teknologi dapat diakses oleh semua orang dan dapat membantupeningkatan kesejahteraan bagi siapapun. Maka dari itu, Gojek berkomitmen untuk memberikan peluang dan akses yang setara bagi kawan-kawan penyandang disabilitas untuk dapat bergabung di dalam platform kami menjadi mitra Gojek,’’ tegasnya.

Teuku Parvinanda menjelaskan, Gojek telah memiliki 2,6 juta mitra driver per data 31 Desember 2021 di tiga negara operasional, Indonesia, Singapura, dan Vietnam.

‘’Kami senantiasa menyesuaikan jumlah mitra driver Gojek dengan keseimbangan permintaan dan penawaran (supply dan demand). Dengan demikian, apabila tingkat permintaan layanan tidak mampu tercukupi oleh jumlah mitra yang tersedia, barulah kami akan membuka pendaftaran mitra baru,’’ tuturnya.

Untuk menjamin kualitas bagi para pelangggan dan untuk meningkatkan kemampuan para mitra, Teuku Parvinanda, juga menjelaskan bahwa Gojek juga secara rutin mengadakan pelatihan di antaranya Safety riding training yang diadakan secara offline maupun online melalui fitur Tips Pintar.

Selain itu, ada pula Bengkel Belajar Mitra (BBM) yang merupakan pelatihan yang Gojek adakan secara rutin dalam memberikan mitra driver pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang, terutama yang berkaitan dengan pelayanan prima serta pengembangan diri.  Dikarenakan situasi pandemi yang tidak memungkinkan kelas berjalan secara offline, materi-materi BBM juga tersedia dalam fitur Tips Pintar di aplikasi mitra driver Gojek, GoPartner.

‘’Salah satu materi pelatihan BBM yang ditujukan bagi para kalangan penyandang disabilitas adalah kelas bahasa isyarat yang telah diadakan di beberapa kota besar di Indonesia,’’ ungkap Teuku.

Ada lagi pelatihan berupa menampilkan keterangan mitra penyandang disabilitas di aplikasi. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada pelanggan terhadap kondisi mitra Difabel Gojek, sehingga pelanggan dapat memperoleh informasi tentang mitra driver penyandang disabilitas di aplikasi saat memesan layanan transportasi, layanan logistik, dan pesan-antar makanan.

Suka Duka Mitra Gojek

Sejumlah mitra Gojek merasakan suka duka dalam menjalankan profesi sebagai driver ojol (ojek online). Dedy Irawan (45), pria beranak satu ini bergabung menjadi mitra Gojek sejak 2016 silam.  Dedy merasakan betul masa manis, sekaligus pahitnya menjalani profesi sebagai driver ojek online (ojol).  Beragam sifat, karakter dan keinginan para penumpang telah dialaminya.

‘’Mulai dari yang sopan, sampai yang cerewet, rewel, sampai disemprot (dimarahin) sudah sering saya alami. Mulai dari penumpang cantik, wangi, hingga yang bertampang seram dan galak. Penumpang anak-anak, hingga manula, semuanya dengan ciri khasnya masing-masing, sudah pernah saya angkut. Namanya pekerjaan, semuanya saya nikmati,’’ kata Dedy.

Masa pandemi Covid-19, merupakan pengalaman pahit yang tak bisa dilupakannya. Masa itu,  kata dia,  adalah pukulan telak bagi dia dan rekan-rekannya sesama driver ojol.

‘’Jika sebelum pandemi bisa membawa pulang rata-rata Rp 200 ribu hingga Rp300 ribu, saat pandemi, pendapatan langsung merosot, tinggal Rp50 ribu. Itu pun dapatnya setengah mati, karena sangat sepi penumpang. Gimana gak sepi, sekolah, pabrik, kantor-kantor pada libur, karena aturan WFH (work from home),’’ ungkap Dedy, yang ngojek selama 8 jam sehari itu.

Jangankan siang, malam pun di masa itu, kata Dedy, sangat sulit mendapat penumpang, karena adanya aturan jam malam. Saat PPKM Darurat pada 2021 silam, lampu-lampu penerangan jalan umum di sejumlah jalan protokol di Kota Semarang  dipadamkan pada mulai pukul 18.00 hingga 06.00, untuk menghindari aktivitas dan kerumunan warga agar tidak terpapar Covid-19.

‘’Praktis, pada masa pandemi, pendapatan kami merosot drastis. Padahal, dapur harus tetap ngebul, harus tetap makan. Denga pendapatan segitu, mana bisa bertahan hidup?,’’ ujarnya mengenang masa pahit pandemi 2020 dan 2021 silam.

Masa itu kian dirasakannya tambah pahit, karena tak ada lagi insentif yang diterima para mitra Gojek. ‘’Sejak Covid, insentif yang dulu ada, langsung hilang. Praktis kita betul-betul mengandalkan hidup dari orderan penumpang yang seadanya, kita harus berebut penumpang yang jumlahnya sangat terbatas,’’ imbuhnya.

Beruntung, kata dia, sang istri membantunya berjualan kecil-kecilan, sehingga mampu membuat dapurnya tetap ngebul (menyala).  Dedy mengaku, di masa pandemi itu, kredit motornya yang tinggal setahun, berkat bantuan pihak Gojek, dapat keringanan.

‘’Seharusnya lunas 2021, tapi berkat bantuan Gojek dapat keringanan dari pihak leasing, sehingga pembayaran angsuran mundur setahun,’’ tuturnya. Sepeda motor Honda Vario yang diangsurnya Rp800 ribu per bulan, itu baru akan lunas pada April 2023.

Soal tiadanya lagi insentif juga dikeluhkan Agung Widi Pangarso (40). Mitra Gojek yang juga bergabung pada 2016 ini, menilai bukan hanya tidak adanya insentif, tapi potongan yang dinaikkan juga membuat pendapatannya menurun.

‘’Dari kampung Gergaji ke Simpanglima tarifnya Rp12.000. Potongannya sampai Rp4.000, padahal dulu hanya Rp2.500. Dari Gergaji ke Pucanggading ongkosnya Rp33.000, potongannya bisa sampai Rp8.000.

Kuliahkan 3 Anak dari Hasil Gojek

Pengalaman menakjubkan datang dari  Djoko Tjahjono (50). Bergabung jadi mitra Gojek sejak 2016, Djoko  mengaku berkat Gojek dapat mengantarkan tiga orang anaknya ke jenjang perguruan tinggi.

‘’Puji Tuhan, dari lima anak, saya dapat menyekolahkan tiga anak saya ke perguruan tinggi dari hasil Gojek. Dua lagi masih di bangku sekolah menengah. Saya juga mampu melunasi motor Honda Beat dari hasil ngojek ini,’’ kata Djoko.

Namun demikian, Djoko juga mengeluhkan tak ada lagi insentif yang diterimanya sebagai mitra. Dia menuturkan, dulu ada insentif, 20 penumpang dapat insentif 100 ribu. Sejak Covid-19 hilang. Bahkan pemotongan 30 persen. ‘’Seperti sekarang ini,  dari tarif Rp17.500, kena potongan 5000,  saya hanya hanya terima Rp12.500,’’ ungkapnya.

Dulu insentif yang diterima Djoko bisa mencapai Rp 1,5 juta hingga Rp2 juta per bulan. ‘’Dulu, rata-rata saya bisa bawa pulang hingga Rp6 juta per bulan,  bahkan pernah tertinggi sampai Rp9 juta,’’ imbuh pria yang sesekali masih menggeluti pekerjaan sampingan, menerima orderan servis kulkas, AC, dan komputer ini.

Djoko mengaku, dulu per hari bisa bawa pulang minimal Rp300 ribu dan bahkan Rp500 ribu. ‘’Sekarang sejak tak ada insentif, minim bawa pulang Rp200 ribu sehari.  Kalau mau ngoyo bisa sih bawa Rp300 ribu. Saat ini, rata-rata sebulan maksimal bisa dapat Rp3,5 juta hingga 4 juta.

Terkait insentif bagi para mitra Gojek, VP Corporate Affairs Gojek,  Teuku Parvinanda, menjelaskan bahwa berbagai insentif yang diberikan kepada mitra driver sifatnya dinamis, sementara, dan disesuaikan dengan kondisi pasar.

‘’Saat ini, fokus Gojek adalah memastikan kesinambungan perusahaan sehingga para mitra Gojek dapat memiliki pendapatan yang stabil dan secara jangka panjang,’’ kata Teuku Parvinanda.

Selain itu,  kata Teuku, Gojek telah memiliki program khusus bagi mitra driver, yaitu program Swadaya yang ditujukan untuk memberikan kesempatan baik kepada mitra driver dan keluarganya untuk memperoleh peluang menambah pendapatan dan mengelola biaya operasional sehari-hari melalui berbagai inisiatif dan program.

Kontribusi Gojek untuk Negeri

Mengacu pada riset Lembaga Demografi UI (LDUI),  kontribusi ekosistem Gojek semakin besar kepada perekonomian nasional. Teuku Parvinanda menjelaskan, pada 2021, ekosistem Gojek dan GoTo Financial diperkirakan berkontribusi 1,6% terhadap PDB Indonesia atau sekitar Rp249 triliun, naik 60% dari 2019-2020.

‘’Kontribusi ini didorong kondisi makro ekonomi yang membaik serta kemampuan ekosistem Gojek mempercepat pemulihan melalui peningkatan pendapatan mitra driver dan UMKM, di mana mitra UMKM GoFood mengalami rata-rata kenaikan pendapatan 66%, sementara mitra driver GoRide dan GoCar mengalami peningkatan pendapatan rata-rata 24% dan 18% dari tahun 2020,’’ paparnya.

Selain itu, Gojek juga semakin diandalkan masyarakat Indonesia. Konsumen membelanjakan lebih dari ¼ pendapatan bulanan mereka di dalam ekosistem Gojek.

Bahkan hasil riset LDUI 2019 menyatakan bahwa kehadiran perusahaan aplikasi layanan ondemand Gojek secara efektif mengurangi pengangguran. Untuk survei 2021, kemitraan dengan platform digital memberikan kesempatan mendapatkan penghasilan rutin bagi masyarakat dengan tingkat pendidikan sembilan (9) tahun ke bawah.

Kemitraan dengan platform digital juga memberikan kesempatan mendapatkan penghasilan rutin untuk orang yang tidak punya pengalaman bekerja. Selama masa pandemi, 86% mitra menyatakan bahwa kemitraan dengan Gojek merupakan sumber pendapatan utamanya dan lebih dari setengah (60%) mitra menyatakan bahwa mereka tidak memiliki penghasilan rutin sebelum bergabung menjadi mitra Gojek.

Ya, kehadiran Gojek harus diakui telah berkontribusi mengurangi tingginya angka pengangguran di Tanah Air. Peluang dan kesempatan seluas-luasnya yang diberikan Gojek kepada siapapun warga bangsa, tanpa kecuali, telah membuka pintu rezeki dan peluang usaha, termasuk yang berkebutuhan khusus, untuk memperoleh kesejahteraan dan memperbaiki harkat hidupnya. Para mitra pun terus merajut asa, melintasi badai pandemi dan terus  berikhtiar menjemput rezeki bersama Gojek.