Aturan Rest Area Tol Belum Pro Ekonomi Kerakyatan

Aturan tentang rest area atau tempat peristirahatan di jalan tol harus disesuaikan agar mendukung perkembangan ekonomi kerakyatan. Ketua DPRD Jateng Rukma Setyabudi menilai peraturan tentang rest area yakni Peraturan Pemerintah (PP) tentang Jalan Tol belum memberi akses UMKM secara mudah.


mengungkapkan hal itu menanggapi pendapat bahwa proyek jalan tol justru mematikan ekonomi rakyat, khususnya para pedagang makanan dan minuman, barang kerajinan serta jasa lainnya yang selama ini menjadi gantungan hidup warga di sepanjang jalur pantai utara (Pantura) Jawa.

Persoalannya jelas sekali, rest area yang merupakan satu-satunya ruang yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian rakyat ditutup koneksitasnya dengan masyarakat. Kalau peraturannya tidak diubah, ruang untuk UMKM hanya menjadi pelengkap saja," kata Rukma.

Menurut Rukma, peraturan yang membuat tempat peristirahatan tol tidak bersahabat dengan perekonomian masyarakat ada di Peraturan Pemerintah (PP) No 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol

"Setiap tempat istirahat dan pelayanan dilarang dihubungkan dengan akses apapun dari luar jalan tol," katanya.

Dengan aturan seperti itu, wajar kalau di rest area bukan ekonomi rakyat yang berkembang, tapi modal besar yang sistem manajemennya sudah bagus.

Rukma menegaskan inti masalahnya bukan tidak adanya ruang atau space bagi UMKM tapi model akses yang memang tidak pro ekonomi rakyat.

Dia menghitung jika ambil rata-rata tempat peristirahatan tol ada di setiap 25 km ruas tol mengacu pada aturan maksimal 50 km dan minimal jarak terdekat 20 km untuk keberadaan rest area, maka dari Pejagan sampai Ngawi sepanjang 364,44 km sedikitnya bisa ada 28 rest area di wilayah Jawa Tengah.

Peluang tersebut, perlu dimanfaatkan untuk menumbuhkan ekonomi rakyat. Apalagi, Jateng adalah titik tengah tol dari Merak sampai Banyuwangi atau Jakarta Surabaya, sehingga peluang occupancy rest areanya akan sangat tinggi.