Bahaya Masih Mengintai di Perlintasan Sebidang

Djoko Setijowarno. Dok.RMOLJateng
Djoko Setijowarno. Dok.RMOLJateng

Sebanyak 450 orang meninggal dunia, 318 mengalami luka berat dan 458 lainnya luka ringan dalam 1.499 kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang. Rentetan angka itu mengacu pada data milik PT KAI.

Angka-angka ini pula yang disorot pengamat transportasi, Djoko Setijowarno. Ia menilai, hal ini tak bisa dipandang sebelah mata dan harus ada sinergitas yang baik antar lembaga pemerintah untuk menekan sekaligus mengantisipasi terulangnya kecelakaan.

“Di tengah efisiensi anggaran, jangan ada Petugas Jaga Lintasan (PJL) yang dirumahkan. Meskipun, pengelolaan JPL ada yang dilakukan Dinas Perhubungan (Pemda). Kementerian Dalam Negeri dapat membantu memperkuat keberadaan PJL yang dapat dikelola dengan Dana Desa,” imbuh Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/2).

Lebih lanjut, Djoko juga berharap, PJL yang ada selama ini diberi peningkatan kualitas sumber daya untuk memenuhi persyaratan kesehatan, mengikuti pelatihan, dan mendapatkan sertifikasi.

“Syarat sehat jasmani dan rohani, menjaga berat badan ideal, menjaga kesehatan mata. Harus mengikuti pelatihan, yakni mengikuti pelatihan penyegaran, seminar, atau lokakarya sesuai dengan bidang tugasnya dan mengikuti diklat yang diselenggarakan oleh instansi yang ditunjuk,” paparnya.

Di samping itu, lanjut Djoko, petugas harus memiliki sertifikat lulus sebagai PJL. PJL akan mendapatkan sertifikasi dari balai pengujian perkeretaapian setelah peserta lulus diklat. Dan mendapatkan perpanjangan masa berlakunya Sertifikat Kecakapan setelah lulus uji kompetensi

“Hal ini untuk menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan pengguna jalan raya, perlintasan sebidang dapat ditutup dan digantikan dengan perlintasan tidak sebidang. Perlintasan tidak sebidang berupa jalan layang (flyover) atau terowongan (underpass),” paparnya.

Pernyataan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini bukan tanpa dasar. Sebab, kecelakaan maut di pelintasan sebidang terus berulang.

Bahkan, akhir-akhir ini banyak kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang pada malam hari. Dan lokasi berada di perdesaan. Pelintasan sebidang banyak bermunculan seiring meluasnya kawasan permukiman ke desa-desa.

“Kalau malam tidak dijaga, sehingga pelintas kurang mengetahui, karena tidak mau memperhatikan keberadaan rambu dan marka. Sebaiknya perlintasan yang dijaga 24 jam, jika tidak ada penjaga sebaiknya jalur perlintasan sebidang itu ditutup dengan memasang palang penutup,” sebutnya.

Hal ini seusai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mewajibkan pengendara berhenti ketika sinyal kereta sudah berbunyi dan palang pintu kereta api tertutup.