Bakar Uang Hingga Perhiasan, Warga Khonghucu di Salatiga Berikan Persembahan Bagi Leluhur

Tepat di bulan ke-7 pada Kalender Imlek, warga Khonghucu tinggal di Salatiga menggelar Sembayang Chit Ngiat Pan, Kamis (7/9).


Chit Ngiat Pan adalah sebuah tradisi perayaan hari besar Tionghoa, masih serangkaian dengan Hari Raya Imlek.

Kegiatan ini dipusatkan di Kelenteng Hok Tek Bio atau Klenteng Amurvabhumi atau kawasan Jalan Letjen Sukowati, Sembayang Chit Ngiat Pan dibalut bakti sosial pembagian beras kepada masyarakat kurang mampu.

Sembayang Chit Ngiat Pan dan Sembahyang Rebut diperingati tiap tanggal 15 bulan ke- 7 pada pananggalan Kalender Imlek itu juga diwarnai tradisi membakar uang-uangan.

Sontak, momen membakar yang dan kardus berisikan perhiasan, uang setta hal-hal berbau dunia itu dipersembahkan kepada leluhur masyarakat keturunan Tionghoa.

Tak hanya itu, tradisi dihadiri pula Forkopimda se-Salatiga atau yang mewakili itu juga diwarnai Sembahyang rebutan. Dimana, warga Tionghoa dan masyarakat sekitarnya berebut jajanan pasar yang telah diletakkan di meja.

Ketua panitia kegiatan Sony mengatakan, tradisi membakar uang sudah menjadi ritual yang dilakukan secara turun-temurun selama ribuan tahun.

"Kegiatan ini merupakan ritual persembahan kepada leluhur kami warga Konghucu. Yang mana acara ini digabungkan dengan kegiatan bakti sosial," kata Soni kepada RMOL Jateng. 

Tradisi bakar-bakar adalah berupa uang-uangan alias mainan. Membakar uang mainan diyakini warga Konghucu dikirimkan kepada arwah yang lebih dulu meninggalkan.

Sementara, kardus-kardus yang tersusun rapi tepat di pinggir jalan dapat saksikan dengan mata telanjang masyarakat melintasi di kawasan pusat oleh-oleh Salatiga itu merupakan bingkisan  isinya uang, perhiasan dan lain sebagainya.

Seluruh bahan dibakar itu juga ditujukan kepada leluhur.

Begitu juga tradisi Sembahyang rebutan. Dimana, warga Tionghoa memiliki kebiasaan melaksanakan sembayang Chit Ngiat Pan diwarnai dengan sembahyang rebutan..

"Ada pun, Sembahyang Chit Ngiat Pan rebutan memiliki pesan moral bahwa semua manusia harus menyerahkan diri kepada sang pencipta dan bisa bermasyarakat tanpa ada halangan apapun," terangnya.

Ditambahkan Budi Setiono Pembina Yayasan Kelenteng Hok Tek Bio, rangkaian kegiatan hari terakhir perayaan Imlek bagian dari menghormati para leluhur baik yang kenal ataupun tidak.

"Termasuk, menghormati pahlawan bangsa. Dan untuk Kota Salatiga kami harapkan selalu aman, tentram dan masyarakatnya sejahtera," imbuhnya.

Setiono Budi Ketua Harian Kelenteng Hok Tek Bio, terkait kegiatan baksos sedikitnya ada 15 ton beras yang dibagikan bagi warga sekitar kelenteng. Setiap warga yang mendapatkan satu kupon akan menerima 2 kg beras.

Dilansir Culture Trip, ritual membakar uang hantu diyakini berasal dari tradisi tercipta sekitar 2.500 tahun lalu.

Menurut catatan sejarah, ritual membakar uang arwah pertama kali dilakukan pada zaman Dinasti Jin (265-420). Sejak saat itu, ritual membakar uang menjadi tradisi umum di zaman kekaisaran selanjutnya, seperti Dinasti Tang dan Dinasti Song.

Tradisi ini merupakan campuran dari Taoisme, Buddha dan cerita rakyat daerah. Konon, membakar uang kertas dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarga telah meninggal di akhirat.