Banyak Sekolah Swasta Bubar, Pemerintahan Jokowi Terkesan Masa Bodo

Di era pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla ini banyak sekali sekolah swasta yang bubar atau tutup. Hal ini lantaran pemerintah dinilai tidak peduli dengan keberlanjutan dunia pendidikan, terutama yang dikelola oleh pihak swasta.


"Akan semakin banyak sekolah swasta yang bubar lagi. Dan pemerintah tampaknya tidak peduli," ujar Sekretaris Jenderal Badan Musyawarah Perguruan Swasta (Sekjen BMPS) Jerry Rudolf Sirait dalam siaran persnya, Kamis (2/8).

Paling tidak, lanjut dia, ada beberapa faktor yang turut membuat sekolah-sekolah swasta kolaps, seperti kekurangan anak didik.

"Itu akibat regulasi dan kebijakan pemerintah. Misalnya, kebijakan ketentuan zonasi sesuai ketentuan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2018 sebagai penyempurnaan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Tetapi juga bisa saja karena kelemahan sekolah swasta itu sendiri, kalau dianggap tidak berkualitas," terangnya.

Jerry tidak menampik adanya sekolah-sekolah swasta yang minim kualitas. Kualitas di sekolah negeri bahkan banyak juga yang lebih baik dari sekolah swasta.

"Sebab, tak bisa dipungkiri, ada sekolah yang elit atau kuat, dan ada yang alit atau lemah," ujar Jerry.

Meski begitu, menurut, dunia pendidikan di Indonesia, baik sekolah negeri ataupun sekolah swasta, harus dikelola di bawah tanggung jawab pemerintah.

"Pemerintah tidak hanya mengurus sekolah-sekolah negeri, sekolah-sekolah swasta pun wajib hukumnya diurus oleh Pemerintah," ujar Jerry.

Dia mengingatkan, amanat UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sangat jelas dan tegas menunjukkan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk mengelola sekolah negeri dan sekolah swasta di Indonesia.

"Perlakuan diskriminatif terhadap sekolah-sekolah swasta tidak dibenarkan oleh UU Sisdiknas dan ketentuan regulatif lainnya," jelasnya.

Bahkan, lanjut Jerry, hasil judicial review terhadap pasal 55 UU Sisdiknas dimenangkan oleh sekolah-sekolah swasta di Pekalongan.

Jerry menilai, dalam realitas keseharian, sangat kuat kesan diskriminatif yang terjadi kepada sekolah-sekolah swasta. Realitas itu semakin diperkuat dengan tidak adanya pengakuan pemerintah terhadap eksistensi sekolah-sekolah swasta.

"Karena pemerintah belum sepenuh hati mengakui ekistensi sekolah swasta," ujarnya.

Lihatlah, Permendikbud Nomor 14 Tahun 2017 dan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2018, tidak menyebut sama sekali sekolah swasta sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di Indonesia.

Di sisi lain, pemerintah begitu berani melanggar ketentuannya sendiri, terutama di tingkat Pemerintah Daerah (Pemda). Ada ketentuan tentang rombel dalam Permendikbud, tetapi Pemda banyak yang tidak mematuhinya dengan alasan kebutuhan masyarakat. "Serta berbagai pelanggaran lainnya yang terjadi," imbuj Jerry.

Atas nama kebutuhan itulah, menurut Jerry, muncul regulasi lokal yang melanggar Permendikbud di atasnya. Untuk pelanggaran Pemda seperti itu, sebetulnya pihak Kemendikbud sudah menyampaikan akan ada sanksinya.

Ya, kita lihatlah apakah sanksi itu ada dan diterapkan? ujarnya.