"Bara Api" Pameran Fotografi Internasional, Penawar Duka Akibat Pandemi Covid-19

Sebanyak 222 fotografer dari 22 negara ikut berpartisipasi dalam pameran fotografi Bara Api (Borobudur-Merapi) yang digelar di Museum H Widayat, Magelang.


Pameran 280 karya foto tersebut, selain diikuti fotografer dari Indonesia, peserta dari luar negeri datang dari Argentina, Filipina, Polandia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Selandia Baru, Srilanka, Turki, Thailand, Vietnam dan Amerika Serikat.

Pameran yang berlangsung hingga 23 Agustus 2022 itu dibuka oleh Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan Badan Otorita Borobudur (BOB), Bisma Jatmika.

Bisma Jatmika berharap kegiatan ini bisa terus berlanjut. Sebagai atraksi, kegiatan yang bisa menjadi bagian daya tarik untuk kawasan parisiwata Borobudur.

Dia mengaku cukup senang pariwisata agak secepatnya bangkit, begitu ada pelonggaran sehingga kembali tumbuh karena banyak sekali data yang menunjukkan bahwa sektor ini sudah menjadi sesuatu yang direncanakan oleh orang saat ini.

"Kegiatan salah satu trigger yang cukup efektif untuk mengembalikan sektor pariwisata, baik pameran foto seperti ini, kegiatan musik kami dorong dan ini korelasinya bagus untuk pemulihan sektor pariwisata," katanya, Minggu (24/7/2022).

Menurut dia, pameran fotografi ini bagian irisan antara pariwisata dan ekonomi kreatif, bagaimana keduanya ini bisa menciptakan nilai tambah untuk pengunjung mendapatkan pengalaman lebih.

Direktur Museum H Widayat, Purnomo Sidhi alias Pungky mengatakan, selama pandemi Covid-19 museum itu sama sekali tidak melakukan aktivitas.

"Alhamdulillah di akhir-akhir Covid-19 ini ada tawaran untuk tempat Bara-Api. Buat kami itu suatu yang sangat membanggakan, karena selama ini kami hanya bisa bisa merawat fisik museum, untuk aktivitas kami terkendala," katanya.

Menurut Ketua Panitia, Teguh Santoso, tema Bara Api merepresentasikan Candi Borobudur dan Gunung Merapi. Yakni, tentang Candi Borobudur dan Gunung Merapi dan segala kisah, sudut, perspektif dan sejarahnya.

Dua ikon besar di Jateng dan Yogyakarta itu dipilih karena sangat populer, penuh misteri, sejarah dengan pesona yang luar biasa. Sangat dikenal di seluruh dunia.

"Melalui pameran ini peserta ingin berkontribusi melakukan social healing, recovering economy and the spirit of life, akibat luka dan derita yang timbul akibat pandemi Covid-19," tutur Risman Marah, salah satu inisiator pameran.

Dia menyampaikan, pandemi membawa dampak sangat dahsyat. Ekonomi terpuruk, tatanan kacau, kemapanan berantakan, sistem terganggu dan masyarakat pun dalam keadaan luka serta menderita, seolah sakitnya belum juga reda, karena segalanya belum kembali seperti sedia kala. 

Sebagai negeri yang mengandalkan sektor wisata, katanya, pandemi Covid-19 jelas menjadi pukulan berat.

"Jangankan bepergian, pandemi itu sempat memaksa orang jaga jarak, mendekam di rumah, dan menghindari kerumunan sehingga kondisi itu jelas menghantam sektor wisata yang pada akhirnya merusak tatanan dan aktivitas ekonomi, hingga memperdalam luka dan derita," kata Teguh Santosa.

Salah satu inisiator pameran yang juga Koordinator Kurator Pameran, Risman Marah, menyampaikan, secara umum, terjadi demam atau sakit sosial, ekonomi, politik, keamanan, bahkan mungkin juga kebudayaan.

Menurut dia, keresahan-keresahan itu juga dirasakan para fotografer Indonesia dan menjadi pembahasan tak berkesudahan.

"Lalu, muncul pertanyaan, apa yang bisa dilakukan para fotografer untuk ikut berkontribusi melakukan social healing, juga recovering economy and the spirit of life. Maka, muncullah ide untuk menggelar pameran fotografi berskala internasional  agar gemanya lebih luas dan efeknya juga lebih luas serta mendalam," kata Risman.

Kemudian ide itu direalisasikan ke dalam pameran fotografi internasional bertema Bara-Api. Tema dan frasa Bara-Api merepresentasikan Candi Borobudur dan Gunung Merapi. 

Sebab, obyek yang ditangkap para fotografer dan dipamerkan adalah tentang Candi Borobudur dan Gunung Merapi dengan segala kisah, sudut, perspektif, dan sejarahnya.

Dia menyebut kata "bara" diambil dari nama lama Candi Borobudur yang salah satunya adalah Bara Beduhur yang berarti "vihara di tempat yang tinggi". Sedang kata "api" diambil dari nama Gunung Merapi yang kebetulan identik dengan api, karena selalu mengeluarkan lahar panas.