Budaya Alat Kontrol dalam Proses Pembangunan Bangsa 

Di tengah arus modernisasi yang kerap mengesampingkan  nilai kemanusiaan, budaya menjadi kontrol untuk mengendalikan politik agar tetap bermartabat dan menjunjung tinggi integritas manusia, dalam proses pembangunan bangsa dan negara. 


"Pada Kongres Budaya I pada 20 Agustus 1948, Proklamator Mohammad Hatta menegaskan budaya adalah jiwa bagi  politik suatu bangsa. Tanpa anak bangsa yang berbudaya luhur, sulit untuk menggapai cita-cita masyarakat adil dan makmur," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan bertema Nilai Luhur Budaya Bangsa, di Padepokan Ki Warseno Slenk, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/12). 

Hadir pada sosialisasi itu sekaligus sebagai tuan rumah dalang terkemuka Dr. Ir. Warseno Hardjodarsono, M.Si yang akrab disapa Ki Warseno Slenk, para pegiat seni dan budaya dari Yayasan Suko Lelangen Edining Solo, Eva Yuliana M. Si (Anggota DPR RI dari Dapil V Jawa Tengah) dan Amelia Anggraeni (Anggota DPR RI periode 2014-2019).

Menurut Lestari, budaya merupakan sebuah realitas yang berwujud cara hidup suatu kelompok  masyarakat. 

Dari cara hidup itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, terbentuklah karya-karya intelektual, perumusan nilai moral,  tatanan kehidupan yang diwariskan turun-temurun. 

Berdasarkan nilai-nilai budaya yang ada di nusantara, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, bangsa Indonesia hingga kini memiliki konsensus kebangsaan yang terdiri atas Pancasila sebagai  filosofi kehidupan berbangsa, konstitusi UUD 1945 sebagai sumber dari segala  sumber hukum, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Keempat konsensus tersebut, jelas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sarat nilai, jaminan perlindungan, arah pembangunan  nasional, tujuan bernegara, pemenuhan hak sosial politik warga negara dan memuat arah pembangunan bangsa.

Bersumber dari dinamika pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ujar Rerie, Pancasila sebagai norma dasar berbangsa dan bernegara, merupakan wajah kebudayaan Indonesia yang memungkinkan pelestarian identitas kelompok sebagai bagian tak terpisahkan dari  identitas keindonesiaan. 

Salah satu cara untuk tetap berpegang pada  jati diri bangsa ini, tegas Rerie, adalah melestarikan kearifan lokal, membangun kesadaran masyarakat di berbagai daerah untuk menjaga dan mencintai budaya nusantara. 

Sehingga, ujar Rerie, Empat Konsensus Kebangsaan yang merupakan kristalisasi nilai dari  ragam entitas kebudayaan nusantara harus diimplementasikan dalam setiap dinamika  sosial manusia Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara Indonesia membangun masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.