Bupati Pemalang Bungkam Soal Pelaporan Ke Polda dan Kejati

Bupati Pemalang Junaedi irit komentar terkait pelaporan dirinya ke Kepolisian Daerah (Polda) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah.


Bupati Pemalang Junaedi irit komentar terkait pelaporan dirinya ke Kepolisian Daerah (Polda) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah.

"Oh saya engga mengikuti, nggak mengikuti," katanya di desa Penggarit, Pemalang, Senin (9/11).

Ia enggan berkomentar terkait kasus yang menyeret namanya tersebut.
Saat ditanya lebih lanjut, Junaedi langsung masuk ke mobil dinasnya.

Sebelumnya, Polda dan Kejati Jawa Tengah didesak untuk melakukan proses hukum terhadap Bupati Pemalang Junaedi dan Sekretaris Daerah (Sekda) Muhammad Arifin.
Desakan itu terkait kasus korupsi Pembangunan Jalan Paket I dan Paket II Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2010.

Penanganan kasus korupsi yang berdasar audit BPKP Jateng diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,05 miliar ini penting agar tidak muncul dugaan aparat penegak hukum tebang pilih dalam persoalan itu.

Hal ini disampaikan mantan Kepala Bidang Bina Marga DPU Kabupaten Pemalang, Ghozinun Najib dan pelaksana proyek Pembangunan Jalan Paket I dan Paket II DPU Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2010, Sulatif Yulianto usai bertandang ke Polda dan Kejati Jawa Tengah.

Keduanya merupakan terpidana kasus korupsi tersebut. Mereka berdua datang ke gedung lembaga penegak hukum itu untuk menanyakan perkembangan penanganan kasus yang telah dilaporkannya sebulanan lalu, persisnya Kamis (24/9).

Selain Polda dan Kejati Jateng, keduanya juga melaporkan tuntutan serupa ke Kapolri, Kejaksaan Agung, Kompolnas dan lembaga penegak hukum lainnya.

"Kami mohon keadilan dalam penegakan hukum perkara tipikor. Karena berdasarkan fakta hukum yang termuat dalam keputusan Pengadilan Tipikor Semarang memang nama-nama lain yang terlibat dan bahkan menikmati uang dari proyek pembangunan jalan yang dikorupsi itu. Mestinya mereka juga diproses dan mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Ghozinun Najib, kepada RMOLJateng Kamis (22/10).

Saat kasus tersebut terjadi, Ghozinun Najib merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) pembangunan jalan Paket I (Belik-Watukumpul dan Comal Bodeh) dan Paket II (Widodaren-karangasem, lingkar kota Comal, Bojongbata Sumberharjo, Sumberharjo-banjarmulya, KH. Ahmad Dahlan dan Hos Cokroaminoto).

Meski tidak terbukti menikmati aliran uang hasil korupsi, namun Ia tetap divonis bersalah dalam kasus tersebut dan harus menjalani hukuman penjara selama 5 tahun. Ia bisa menghirup udara bebas pada 2016.

Saat kasus ini terjadi, M Arifin menjabat Kepala DPU Pemalang (pengguna anggaran) atau atasan Ghozinun Najib. Sedang Junaedi saat itu merupakan Wakil Bupati Pemalang yang juga sedang mencalonkan diri sebagai bupati dalam Pilkada Pemalang 2010.

"Selain Ghozinun Najib dan Sulatif Yulianto, ada empat nama lain yang sudah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tipikor Semarang terkait kasus korupsi Pembangunan Jalan Paket I dan Paket II Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2010, diantaranya Firnawan Hendrayanto, Saryanto, dan Sopar Sihite," imbuhnya.

Menurut Ghozinun Najib, meski berdasar audit BPKP Jateng, kerugian keuangan negara akibat kasus ini sebesar Rp1,05 miliar, namun sejauh ini uang pengganti hanya dibebankan kepada Sulatif Yulianto sebesar Rp55,4 juta.

Sedang, M Arifin dan Janri Sihombing (Wakil Direktur PT Riska Jaya Bakti- perusahaan yang namanya dipakai Sulatif Yulianto untuk mengerjakan proyek), masing-masing telah menggunakan uang dari Pembangunan Jalan Paket I dan Paket II Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2010 itu sebesar Rp500 juta atau total Rp1 miliar.

"Lalu siapa yang harus mempertanggungjawabkan sisa kerugian negara (Rp 1 miliar) itu? Mestinya harus ada yang dimintai tanggung jawab. Kasus korupsi ini bukan kesalahan pribadi tapi ini sistem. Uang pembayaran proyek tidak bisa keluar jika tidak sepengetahuan dan seizin pengguna anggaran (M Arifin yang waktu itu Kadinas PU)," ujarnya.

Berdasar informasi Sulatif Yulianto, kata Ghozinun Najib, Junaedi ternyata juga turut menikmati aliran uang sebesar Rp300 juta dari kasus tersebut. Bukti penyetoran uang itu masih ada karena dalam bentuk cek bank milik pemerintah di Jawa Tengah.

"Kalau aparat penegak hukum mau menelusuri pasti ketemu. Siapa yang menyerahkan, penerima, waktu hingga besaran nominal ada. Semoga aparat penegak hukum tidak tebang pilih," harapnya.

Sementara itu Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iskandar F Sutisna saat dikonfirmasi mengatakan bahwa kasus tersebut sudah masuk ke penyidik Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

"Sudah ditangani, namun untuk perkembanganya nanti akan kita tanyakan langsung kepada penyidik yang menangani," pungkasnya.