Carut-marut Lapas Indonesia, Pengamat Publik Pertanyaan Kinerja Dirjen PAS

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah

Carut-marut permasalahan yang muncul di lapas dan di rutan selama ini tak pernah mereda hingga sekarang. Bahkan sejumlah kasus dalam lapas cenderung ditutupi tanpa diselesaikan dengan tuntas


Misalnya saja pada kasus perkelahian antar napi yang berbuntut kasus baru, seperti pada kasus warga Malaysia, Ahmad Fitri bin MD Latib yang harus kehilangan tiga jari tangannya akibat dipotong oleh napi lain, Aming, di Lapas Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 

Lalu kasus perkelahian dalam lapas antara penceramah Bahar bin Smith dengan Ryan jagal Jombang. Dan masih banyak lagi.

Melihat berbagai kasus di lapas maupun di rutan itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyoroti sistem dan kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS), yang dipimpin Irjen Pol Reynhard SP Silitonga.

"Kami menyoroti kinerja Dirjen PAS, dia  mempunyai wewenang cukup besar, ada anggaran dan sebagainya, seharusnya bisa digunakan untuk pembenahan. Artinya ada tindakan bagi yang melakukan pelanggaran hukum berat ya diberi sanksi baik teguran sampai pemberhentian," tegas Trubus, di Solo, Selasa (7/9/2021).

Pakar Kebijakan Publik itu mengatakan dari sisi leadership memang ada masalah di sini. 

Menurutnya, sistem pengawasan yang belum maksimal menjadi kelemahan mencolok. Dan yang menyedihkan, lanjut dia, kasus yang terjadi seperti budaya yang selalu berulang-ulang.

"Kelemahan dalam pengawasan menjadi problem tersendiri dan dari dulu saya selalu teriak-teriak. Kedua reformasi birokrasi yang belum dibenahi adalah pembenahan internal. Kan sudah ada SOP dan tupoksinya semuanya, program sudah ada ya seharusnya dilaksanakan saja," papar dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta.

Trubus menilai masih banyak kasus serupa yang terjadi namun tidak sampai muncul di publik. Sinyal menutup-nutupi kasus yang terjadi di dalam lapas maupun di rutan menjadi catatan tersendiri bagi dirinya.

"Sekali lagi ini masalah integritas orangnya. Kalau memang ada masalah ya ganti saja Dirjen, Kanwil hingga Kalapas sampai sipir diberi sanksi sesuai aturan hukum dan digeser kedudukannya," imbuhnya.

"Bisa ambil contoh insitusi Polri yang selalu merotasi anggotanya. Bisa dibuat semacam SOP tugasnya hanya dua sampai tiga tahun kemudian digeser. Ini akan efektif mencegah adanya sistem 'tahu sama tahu' jika terjadi suatu kasus di lapas maupun rutan," beber Trubus.

Ditambahkan Trubus, pengawasan menggunakan sistem digitalisasi yang bisa diakses publik secara terbuka bisa menjadi solusi agar berbagai kasus hukum yang terjadi di lapas maupun rutan tak lagi muncul.

"Lapas itu kan masyarakat, jadi dalam pengawasan ya harus berkolaborasi dengan berbagai pihak sehingga akan ada masukan dari pakar, LSM, lembaga lain termasuk media. Digitalisasi pengawasan secara terbuka juga penting dilakukan," tandasnya.