Belasan nelayan dan keluarganya mendesak Wali Kota Pekalongan untuk mengembalikan sertifikat tanah mereka yang dijaminkan saat menerima bantuan hibah dari pemerintah.
- Dinas Perdagangan Selesaikan Penempelan Nomer Lapak di Pasar Johar
- Polres Purbalingga Gelar Deklarasi Damai Jelang Pemilu 2024
- Lepas 1.197 Jemaah Haji, Bupati Grobogan: Hati-hati Copet
Baca Juga
Mereka merasa tertipu bantuan pemerintah. Dalam pemahaman mereka, bantuan itu gratis itu ternyata berupa pinjaman dibayar dengan potongan hasil tangkapan ikan.
"Selama lebih dari dua tahun, setiap kali lelang ikan, saya dipotong 10 persen. Padahal, kalau itu pinjaman, sudah lunas dong," kata Suntono (68), salah seorang nelayan tergabung dalam KUD Makaryo Mino, Kamis (18/1).
Ia mengaku, tidak pernah diberi tahu bantuan hibah senilai Rp20 Juta itu merupakan pinjaman. Ia juga tidak melihat adanya keterlibatan bank dalam proses pencairan dana.
Seingatnya, pria paruh baya diminta untuk menyerahkan jaminan berupa BPKB motor atau sertifikat tanah oleh oknum pengurus koperasi.
"Almarhum Pak Rasjo, yang waktu itu jadi ketua koperasi, bilang saya harus diam dan nurut saja. Katanya, kalau tidak ada jaminan, uangnya tidak bisa keluar," cerita Suntono.
Kisah serupa dialami oleh Hertin (55), janda nelayan suaminya sudah meninggal. Ia mengatakan suaminya sempat menyerahkan dua sertifikat tanah dengan harapan mendapat bantuan lebih besar.
Namun, yang diterima tetap sama dengan nelayan lain, yaitu Rp20 Juta.
"Dua sertifikat tanah itu sampai sekarang belum dikembalikan. Padahal, itu warisan anak-anak saya," ujar Hertin.
Didik Pramono, pendamping nelayan dari Ormas Bintang Adhyaksa, menilai ada unsur penipuan dan pungutan liar dalam kasus ini. Ia mengatakan tidak ada sosialisasi jelas tentang perubahan status bantuan hibah menjadi pinjaman.
Ia juga mempertanyakan potongan 10 persen dari hasil lelang ikan dilakukan tiga hingga empat kali sebulan.
"Kami minta masalah ini diselesaikan dengan baik dan adil. Kalau tidak, kami akan terus memperjuangkan hak-hak nelayan," tegas Didik.
Sementara itu, Ketua KUD Makaryo Mino, Mofid, mengakui, jaminan diambil dari nelayan itu hanya ditumpuk begitu saja oleh petinggi koperasi. Ia mengatakan, nelayan menjadi korban pembodohan oleh orang-orang ingin mendapat keuntungan dari bantuan hibah.
"Ada yang bilang ke saya, sertifikat ditumpuk biar rapi, yang penting uangnya cair. Sayangnya, semua yang terlibat dalam kasus ini sudah meninggal. Jadi, susah juga mencari oknumnya," ungkap Mofid.
Mofid menyarankan, agar sertifikat tanah bisa ditarik kembali dengan cara pemutihan. Ia mengatakan hal itu harus dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum. Ia juga bersedia berkonsultasi dengan biro hukum provinsi atau pusat untuk mencari solusi.
"Kami harus mencari celah hukum yang bisa menguntungkan semua pihak. Kami ingin sertifikat bisa keluar tanpa melanggar aturan," kata Mofid.
Asisten II Sekda Kota Pekalongan, Joko Purnomo memfasilitasi mediasi antara nelayan dan koperasi. Iaberjanji akan mencari solusi terbaik.
Pihaknya berusaha mengembalikan sertifikat tanah milik nelayan tanpa melanggar hukum.
"Kami akan merapatkan hasil mediasi ini dan mencarikan jalan keluar yang bisa diterima oleh semua pihak," ucap Joko.
Adapun dari pihak pemerintah menyebut pada 2006 pemerintah Kota Pekalongan menggelontorkan sekitar Rp3 Miliar. Dana itu untuk program kredit ketahanan pangan bekerjasama dengan bank pasar.
"Itu memang bentuknya pinjaman. Dan itu ada Perwal. Dan itu sudah disosialisasikan. Jadi di Perwal itu khusus petani, peternak, pembudidaya, dan nelayan," tambah sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan, Lili Sulistyawati.
Pemkot sudah mensosialisasikan program itu di KUD dengan rekomendasi HNSI. Untuk pagu kredit antara Rp20 Juta hingga Rp40 Juta.
Salah satu persyaratannya adalah agunan dan tertuang dalam Perwal. Jangka waktu pinjaman dua tahun dan bunganya sekitar enam persen.
"Dan sudah banyak yang mengangsur yang melunasi. Namun memang ada beberapa yang belum melunasi," ucapnya.
Dia menyebutkan, tidak hanya kredit ketahanan pangan, beberapa tahun ada program bantuan lain untuk nelayan. "Kemungkinan ada miss di situ," kata dia.
- Kampung Nelayan Moderen di Pekalongan Siap Dibangun, Habiskan Anggaran Rp 21,8 miliar
- Gula Mahal, Mendag Ancam Cabut Ijin Importir
- Plh Walikota Semarang: Kendalikan Banjir Semarang Bawah Harus Dibuat Bendungan di Semarang Atas