Dirut PLN Mangkir Panggilan KPK

Direktur Utama PLN, Sofyan Basir tidak bisa memenuhi panggilan dari Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Berita Terkait

Jurubicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan Sofyan berhalangan hadir lantaran ada tugas yang harus dijalaninya.

Sofyan tidak bisa datang memenuhi panggilan penyidik karena hari ini menjalankan tugas lain," ujarnya melalui pesan elektronik, Selasa (31/7), dikutip dari Kantor Berita

Febri juga mengatakan Sofyan Basir telah menyerahkan surat kepada lembaga antirasuah melalui stafnya.

Lembaga yang dipimpin oleh Agus Rahardjo Cs ini telah menggeledah beberapa tempat diantaranya ruang kerja dan rumah anggota DPR RI dari partai Golkar Eni Maulani Saragih, kantor dan apartemen Pemegang Saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo, kantor Direktur Utama PLN Sofyan Basir, dan kantor PJB.

Dari penggeledahan tersebut penyidik menemukan beberapa barang bukti diantaranya CCTV, dokumen yang berkaitan dengan kasus ini, alat komunikasi, dan barang bukti elektronik.

Kasus ini bermula saat KPK menduga Eni menerima uang sebesar Rp 500 juta bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini diduga merupakan penerimaan keempat dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar.

Pemberian pertama pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, kedua Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga 8 Juni Rp 300 juta dan uang tersebut diduga diberikan melalui staf dan keluarga.

Diduga peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait PLTU Riau-1.

Saat ditangkap KPK telah mengamankan barang bukti yakni uang sebesar Rp 500 juta dan dokumen tanda terima.

Sebagai pihak penerima, Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.