Djoko Setijowarno: Kelola Transportasi Umum Jangan Andalkan Pendapatan dari Ongkos Penumpang

Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno. foto: ist.
Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno. foto: ist.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno berpendapat, mengelola transportasi umum perkotaan seperti Trans Semarang (TS), jangan mengandalkan dari pendapatan ongkos penumpang. Namun, bisa mencari pendapatan tambahan dari nonpenumpang, seperti iklan di halte bus, armada bus atau bisnis yang lain.


‘’Orientasi penyelenggaraan transportasi umum perkotaan, prinsipnya  bukan  mencari keuntungan finansial, tapi lebih pada dampak ekonomi dan lingkungan yang akan didapat nantinya. Di seluruh dunia, semua operasional angkutan umum perkotaan dapat subsidi dari pemerintah, tidak mengandalkan pendapatan dari penumpang,’’ demikian diungkapkan Djoko Setijowarno, kepada RMOL Jateng, Kamis (9/12).

Pendapat Djoko Setijowarno merujuk berita bahwa Pengelola bus rapid transport (BRT) Trans Semarang yang mengalami kerugian mencapai Rp21 miliar, lantaran tingkat okupansi penumpang menurun 60 persen selama pandemi Covid-19.  Penurunan penumpang disebabkan adanya aturan protokol kesehatan mengenai pembatasan kapasitas pada setiap armada bus.

"Selama Corona, kerugian mencapai Rp21 miliar. Keterisian penumpang seluruh koridor di Semarang hanya 40 persen, misalnya semester I 2021 sampai semester II 2021 keterisian penumpangnya hanya 40 persen. Turun drastis karena aturan physical distancing, maka frekuensi perjalanan BRT dipangkas dari awalnya satu koridor melayani tujuh trip, kini dikurangi jadi empat trip," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang Endro Pudyo Martanto, Senin (29/11), seperti dikutip dari Merdeka.com.

Dosen Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata Semarang itu menegaskan, penyelenggaraan Bus TS ditujukan untuk memberikan pelayanan transportasi agar dapat mengurangi kemacetan lalu lintas, menurunkan polusi udara, budaya antri, dsb.

‘’Jangan sampai gagal paham dalam mengelola Bus TS,’’ tegas Djoko, yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.

Dia juga tak sependapat jika pengelola TS mengurangi jumlah perjalanan bus.  ‘’Penumpang akan beralih ke kendaraan pribadi, karena dampak pengurangan armada itu,  akan membuat semakin lama menunggu kehadiran bus TS,’’ imbuhnya.

Menurut Djoko, apabila penyelenggaraan bus TS dianggap menjadi beban APBD, sebaiknya ditutup saja.

‘’Mengelola Bus TS bukan beban, tapi kewajiban,’’ pungkasnya.