Film Restorasi ‘Darah dan Doa’, Jadi Sumber Inspirasi Sineas Muda

Restorasi film adalah salah satu upaya pegiat film dan pemerintah untuk ‘menyelamatkan’ aset seni film Indonesia.


Selama ini copi film, atau negatif/ positif film Indonesia belum terdokumentasi dengan baik, hingga banyak yang rusak atau hilang belum ditemukan.

Saatnya para sineas Indonesia memahami sejarah film Indonesia, salah satunya dengan melihat film-film lawas. Beruntung ada beberapa film lawas mulai direstorasi kembali jadi bisa dilihat dengan baik, karena sebagian besar film lawas sudah rusak," kata Lisabona Rahman, pegiat film Indonesia, saat diskusi film restorasi Darah dan Doa, di Studio Lokananta, Solo, Senin (25/11).

Film lawas ‘Darah dan Doa’ karya maestro Usmar Ismail merupakan salah satu film yang direstorasi.

Diketahui sejarah perfilman Indonesia dimulai sejak tanggal 30 Maret 1950 yaitu ketika dimulainya pengambilan gambar hari pertama film Darah dan Doa (Long March).

Film Darah dan Doa merupakan film pertama yang diakui secara resmi oleh negara dan sebagai penanda Hari Film Nasional.

Diskusi film restorasi Darah dan Doa digelar oleh Prodi Film dan Televisi, FSRD, ISI Surakarta, difasilitasi oleh Pusbang Perfilman, Kemendikbud.

Kita ajak pecinta film dan sineas muda memahami film yang sarat dengan nilai-nilai sejarah, sehingga mampu memberi ruang reflektif baik kepada masyarakat umum sebagai ruang pengabdian kepada masyarakat juga kepada akademik sebagai ruang pengembangkan keilmuan perfilman," ungkap Aty Susanti, Analis Film Indonesia dari Kemendikbud.

Diskusi film restorasi ini sudah tiga kalinya digelar, diawali film ‘Pagar Kawat Berduri’, ‘Bintang Ketjil’ dan ‘Darah dan Doa’.

Untuk peserta diskusi terdiri dari siswa SMA dan SMK di Solo, Komunitas Film di Solo, mahasiswa fotografi, film dan televisi.

Diharapkan dengan pemutaran film ini, dapat memberi kontribusi pengetahuan bagi masyarakat mengenai upaya perawatan kesejarahan perfilman Indonesia melalui upaya restorasi film," tandasnya.