Gamelan Kraton Di Tabuh, Masyarakat Makan Sirih Dan Rebutan Janur

Perayaan Sekaten dimulai  saat ditabuhnya Gamelan Kiai Guntur Sari dan Gamelan Kiai Guntur Madu di Masjid Agung sebagai tanda Sekaten resmi dibuka. Sekira pukul14.20 WIB, prosesi ungeling gangsa atau penabuhan gamelan dimulai.


Puncak dari prosesi Sekaten pada Selasa (20/11) mendatang bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad. Dan saat itu Keraton Surakarta juga akan mengeluarkan gunungan untuk dibagikan kepada masyarakat.

Sebelum ditabuh (dibunyikan), ulama Masjid Agung akan melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Selanjutnya  pihak Keraton Solo akan memerintahkan pimpinan kelompok abdi dalem  penabuh gamelan Kiai Guntur Madu untuk mulai membunyikan gamelan yang ditabuh setelah Ashar. Dan dilanjutkan oleh gamelan Nyai  Guntur Sari.

Gamelan pusaka ini di bunyikan pertama kali dengan laras gending Rambu. Sedangkan Kiai Guntur Madu yang berada disisi utara mengawali gending Rangkung. Gamelan terus dibunyikan selama tujuh hari berturut-turut dan hanya berhenti saat waktu Shalat dan hari Jumat.

Konon pada masa lampau gamelan pusaka milik kraton saat ditabuh (dimainkan) suaranya terdengar hingga puluhan kilometer. Karena itulah saat melakukan syiar agama Wali Songo memanggil warga dengan suara gamelan, sehingga warga beramai-ramai mendatanginya.

Yang menarik ada ritual  khusus dan istimewa dari perayaan Sekaten, setelah gamelan ditabuh (dibunyikan), masyarakat juga melakukan tradisi wajib 'nginang'(mengunyah kapur sirih). Selanjutnya masyarakat juga berebut janur yang dipasang mengitari bangsal.

Salah satu pengunjung asal Boyolali,  Mbah Wiji (70) rutin datang setiap ada Sekaten untuk melihat  prosesi adat tabuhan gamelan keraton. Menurut pengunjung banyak yang nginang (mengunyah sirih) saat gamelan  Kiai Guntur Madu di tabuh (dibunyikan) menurut kepercayaan  bisa membuat badan tambah sehat dan selamat dan awet muda.

"Sudah jadi kepercayaan nginang sama telur asin karemenan (kesenangan) Kyai Guntur Sari. Kalau pecut kui remenane Guntur Madu," jelasnya di Masjid Agung Solo, Selasa (13/11).

Sementara itu Takmir Masjid Agung Surakarta, Muhtarom, sampaikan Sekaten sendiri adalah merupakan tradisi turun temurun sejak zaman Kerajaan Demak. Sebagai salah satu usaha dari para Wali Songo mensyiarkan agama Islam.

"Masih berlangsung hingga saat ini.  Dulu saat mau melihat gamelan harus membaca Syahadat dahulu," tutur Muhtarom.