Gegara Ahadi, KPU Jepara Gelar PSU di TPS Demaan

Simulasi pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilu yang dilakukan KPU Jepara beberapa waktu lalu. Arief Edy Purnomo/Dok.RMOLJateng
Simulasi pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilu yang dilakukan KPU Jepara beberapa waktu lalu. Arief Edy Purnomo/Dok.RMOLJateng

Gegara seorang pemilih asal Yogyakarta, yang datang untuk mencoblos hanya berbekal E-KTP, Warga Demaan, Jepara terpaksa melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), Minggu (18/2) mendatang.

Ketua KPU Jepara, Ris Andy Kusuma mengatakan, PSU di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 01 Demaan itu merupakan hasil dari rapat pleno terkait rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"PSU di TPS 01 Demaan akan dilaksanakan pada Minggu 18 Februari 2024. Warga setempat akan nyoblos ulang khusus hanya pemilihan presiden dan wakil presiden," katanya, Sabtu (17/2).

Dikatakannya, PSU dilaksanakan mirip dengan pemungutan surat suara normal. Yakni dimulai dengan KPPS menyebarkan undangan kepada seluruh DPT dan dilakukan pemungutan suara sampai penghitungan suara.

Kendati begitu, Ris menyesalkan PSU ini. Ia pun mempertanyakan ketegasan petugas pengawas yang tidak berada di lokasi saat warga yang diketahui bernama Ahadi itu 'keukeuh' menyalurkan haknya di TPS dengan jumlah DPT 270 suara tersebut.

"Pengawas TPS tidak melakukan pencegahan. Bahkan tidak berada di lokasi saat yang bersangkutan nyoblos. Harusnya (pengawas TPS, red) tegas mencegah agar dia tidak nyoblos. Apalagi saat itu kondisinya crowdid, yang bersangkutan memaksa dilayani bisa nyoblos," keluhnya.

Diketahui, dalam pemungutan suara Rabu (14/2) lalu, saat Bawaslu Jepara menemukan satu pelanggaran yakni adanya satu pemilih warga Yogyakarta yang memaksa memilih di TPS tersebut.

“Yaitu Ahadi, warga Yogyakarta yang memaksa untuk mencoblos di TPS 01 Demaan. Padahal, Ahadi terdaftar dan tercatat di daftar pemilih tetap (DPT) TPS 026 Sorosutan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Yang bersangkutan ngekos di Kelurahan Demaan," kata Ketua Bawaslu Jepara, Sujiantoko, Sabtu (17/2).

Saat proses pencoblosan yang berlangsung mulai pagi, kata Sujiantoko, Ahadi datang ke TPS 02 Demaan dengan harapan bisa ikut mencoblos. 

Namun karena yang bersangkutan hanya berbekal E KTP dan tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap tambahan (DPTb), maka petugas KPPS setempat pun menolaknya.

Usai ditolak di TPS 02 Demaan, Ahadi pun mencoba mendatangi TPS 01 Demaan berharap bisa menyalurkan hak suaranya. 

Saat datang pertama kali, pengawas TPS dan KPPS menolaknya juga. Ahadi tak menyerah, dia beberapa kali datang ke TPS 01.

Kemudian sekitar pukul 12.30 WIB, imbuh Sujiantoko, Ahadi kembali datang dan memaksa petugas untuk bisa nyoblos. 

Nah saat bersamaan, pemilih lain yang berada di TPS berupaya meyakinkan petugas agar Ahadi bisa ikut nyoblos.

Hingga akhirnya Ahadi dibolehkan nyoblos satu jenis surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden.

“Ahadi dimasukkan dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). KPPS dan pengawas TPS sudah berupaya menahan agar yang bersangkutan tidak ikut nyoblos," jelas Sujiantoko.

Aksi coblos paksa yang dilakukan Ahadi baru diketahui saat proses penghitungan surat suara DPRD provinsi, sekitar pukul 22.00 WIB. 

Sujiantoko mendapatkan informasi itu setelah pengawas tingkat desa mengetahui dari TPS 01 Demaan.

"Setelah berunding dengan KPU Jepara, di TPS 01 Demaan harus dilakukan PSU. Pertimbangannya karena ada pelanggaran. Kalau tidak dilakukan PSU, malah akan kena pidana," ungkap Sujiantoko.

Selain TPS 01 Demaan, Bawaslu Jawa Tengah juga menjadwalkan PSU di 22 TPS lainnya meliputi 3 TPS di Boyolali, 1 TPS di Jepara, 1 TPS di Kebumen dan 1 TPS di Kabupaten Magelang.

PSU juga harus dilakukan di 1 TPS di Purbalingga, 4 TPS di Pemalang. 1 TPS di Purworejo,  4 TPS di Rembang, 1 TPS di Sragen, 1 TPS di Sukoharjo, 1 TPS di Kabupaten Tegal, 2 TPS di Wonosobo, dan 1 TPS di Kota Tegal.