Siapa sangka, nama ulama besar berdarah Cina-Jawa dijadikan landasan nama lokasi prostitusi Sunan Kuning, di Semarang. Hal itu diketahui dalam Haul Ulama besar berdarah Thionghoa, Soen An Ing, di pemakaman umum Bukit Argorejo, Semarang.
- Polemik Unggahan Gusti Purboyo Putra Mahkota Keraton Solo Dan Tanggapan Keluarga Keraton
- Malam Satu Suro, Kebo Bule dan Pusaka Kraton Solo di Kirab
- JARKE Desak DPRD Kendal Tegas Dukung Reog Ponorogo
Baca Juga
Segenap warga di Kota Semarang nampak antusias megikuti Haul Soen An Ing. Dalam Haul tersebut, KH. Budi Sulaiman juga sangat bersemangat memberikan tauziyah dalam gelaran itu.
Warga mengakui, awalnya pemakaman salah satu ulama besar di Semarang itu terbengkelai. Setelah diusulkan menggelar Haul oleh beberapa personel TNI, warga kemudian berbondong-bondong membersihkan dan membuat acara itu.
"Sebelumnya ya terbengkelai. Warga luar kampung kami mengenal daerah kami sebagai kompleks lokalisasi Sunan Kuning. mucikari lokalisasi sekitar sini hanya ndompleng nama besarnya saja," kata salah satu warga, Sayem, akhir pekan ini.
Sayem menyayangkan, penamaan kompleks Sunan Kuning sebagai komplek lokalisasi telah menghilangkan jejak Soen Ang Ing di Semarang. Sayem berharap, gelaran Haul tersebut dapat memberikan inspirasi bagi Pemerintah Kota Semarang untuk membuat wisata religi layaknya Sam Poo Kong.
Sementara itu, ketua panitia acara, Serka Usman, memiliki pandangan yang sama. Dia berharap supaya Pemerintah Kota Semarang merespon hal itu. Dia juga ingin agar Haul Soen An Ing bisa dijadikan sebagai acara wisata religi di Kota Semarang.
"Kan tidak menutup kemungkinan, kalau hal itu terwujud. Di sini jadi wisata religi," kata anggota Skadron 11 Serbu Penerbad itu.
Sedangkan, KH Budi Sulaiman berpendapat bila adanya perayaan Haul Soen An Ing bisa menjadi wadah untuk mempererat silaturahmi yang terjalin antara warga lokal dengan para peziarah yang mayoritas dari etnis Thionghoa.
Ia yang sudah menjadi mualaf sejak 30 tahun terakhir mengatakan, Soen An Ing tak hanya milik umat Islam, melainkan juga dari berbagai agama mulai Kristen, Hindu, Buddha sampai Khonghucu.
"Saya yang berasal dari peranakan Thionghoa juga mengapresiasi acara ini. Lihat saja tanpa memandang etnis agama atau golongan apapun, kita semua bisa berkumpul, ngaji bareng di makamnya auliya besar di Semarang," ujar Budi.
- Lestarikan Seni dan Tingkatkan Wisata, Pemkot Semarang Renovasi Gedung Ki Narto Sabdo
- 20 Grup Barongan Semarakkan Pekan Kebudayaan Daerah Demak
- Malam Satu Suro, Kebo Bule dan Pusaka Kraton Solo di Kirab