Pengaktifan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI oleh Presiden Jokowi secara prinsipil dapat diterima sepanjang tetap patuh pada ketentuan dalam Pasal 7 UU 34/2004 tentang TNI.
- Ganjar Pranowo Ceritakan Sejarah Ikut Lahirkan UU Kewarganegaraan
- KPU Karanganyar Mulai Buka Pendaftaran Bacaleg DPRD
- Dari Workshop Peliputan Pilkada Dewan Pers, Jawa Tengah Jadi Entitas Penting
Baca Juga
Demikian dikatakan Ketua Setara Institute Hendardi dalam pesan singkat yang diterima redaksi, Kamis (17/5).
Menurut dia, dalam ketentuan dalam Pasal 7 UU TNI dijelaskan pelibatan TNI bersifat sementara dan merupakan last resort atau upaya terakhir dengan skema perbantuan terhadap Polri yang beroperasi dalam kerangka integrated criminal justice system.
"Makanya kami mengingatkan setiap pihak dapat menahan diri dan cerdas menginterpretasikan perintah Presiden tentang pelibatan TNI, agar tidak membuat kegaduhan baru dan mempertontonkan kesan kepanikan yang berlebihan," kata Hendardi.
Bahkan, ujarnya, perbantuan militer juga hanya bisa dibenarkan jika situasi sudah di luar kapasitas Polri (beyond the police capacity). Polisi dan BNPT telah bekerja optimal meringkus jejaring terorisme dan menjalankan deradikalisasi. Jika membandingkan peristiwa yang terjadi dan peristiwa teror yang bisa dicegah, maka sesungguhnya Polri dan BNPT telah bekerja optimal.
Hendari melanjutkan pengaktifan kembali komando tersebut memang sebagai bagian dari upaya memperkuat kemampuan negara dalam menangani terorisme, tetapi pemanfaatannya tetap dalam konteks tugas perbantuan terhadap Polri, karena pendekatan non judicial dalam menangani terorisme bukan hanya akan menimbulkan represi massal dan berkelanjutan tetapi juga dipastikan gagal mengikis ideologi teror yang pola perkembangannya sangat berbeda dengan di masa lalu. Langkah Jokowi juga dapat dinilai sebagai tindakan melanggar UU.
Koopssusgab mesti digunakan untuk membantu dan di bawah koordinasi Polri serta ada pembatasan waktu yang jelas kapan mulai dan kapan berakhir, sebagaimana satuan-satuan tugas yang dibuat oleh negara. Tanpa pembatasan, apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, Koopssusgab hanya akan menjadi teror baru bagi warga negara. Dengan pola kerja operasi tentara, represi sebagaimana terjadi di masa lalu akan berulang.
"Cara ini juga rentan menjadi instrumen politik elektoral pada Pilpres 2019," Hendadri mengingatkan seperti dikutip Kantor Berita Politik
Pada sisi lain, pihaknya juga berharap Presiden Jokowi mendisiplinkan jajarannya yang mengambil langkah-langkah kontraproduktif dan bertentangan dengan semangat kepatuhan pada rule of law dan penghormatan pada hak asasi manusia. Cara-cara represi justru akan menjauhkan warga dengan Jokowi yang akan berlaga kembali di Pilpres 2019. Dibanding menghidupkan kembali komando tersebut.
"Jokowi lebih baik turut aktif memastikan penyelesaian pembahasan revisi RUU Antiterorisme. Karena dalam RUU itulah jalan demokratis dan ramah HAM disediakan melalui kewenangan-kewenangan baru Polri yang diperluas, tetapi tetap dalam kerangka rule of law," demikian Hendardi.
- Peci Ireng Banjarnegara Deklarasi Dukung Luthfi-Yasin di Pilgub Jateng
- Ketua KPU Salatiga Ingatkan PPS Pahami PKPU Sebagai Informasi Dasar
- Diantar Emak-emak, Budi Santoso Kembalikan Formulir Pilwakot Disertai Seserahan Jemani