Direktorat Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa (KBPJ) Kantor Pusat Bea Cukai menggelar ‘Festival Literasi dan Historia Bea Cukai Tahun 2024’. Festival yang kali pertama digelar, untuk memperingati Hari Literasi Internasional.
- Turut Lestarikan Budaya, PT Bhimasena Power Indonesia Turut Dukung Batang Art Festival 2024
- 1.500 Perempuan Berparade Kebaya di Candi Borobudur, Gadis Bule Emoh Ketinggalan
- 90 Karya Lolos Kurasi Pameran Nasional Seni Rupa “Lentik Lenting” FSRD ISI Surakarta
Baca Juga
Direktur KBPJ Kantor Pusat Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, agenda ini juga meningkatkan literasi para pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, khususnya di Kantor Bea Cukai Kudus.
“Dengan mengangkat tema Sejarah Kretek dan Cukai Hasil Tembakau, diharapkan pegawai Bea Cukai Kudus paham mengenai sejarah kretek dan cukai di Indonesia,” ujar Nirwala Dwi Heryanto, Rabu (18/9).
Selaku kantor yang berkedudukan di Kota Kretek dan membawahi hampir 200 pabrik rokok di wilayah kerjanya, kata Nirwala, pihak Bea Cukai Kudus digandeng demi kesuksesan acara.
Festival Hari Literasi Internasional yang diperingati setiap 8 September ini, digelar dengan rangkaian acara. Festival diawali kunjungan ke Museum Kretek dan tempat bersejarah lainnya di Kota Kudus.
Dipandu komunitas Cerita Kudus Tuwa (CKT), jajaran pimpinan dan pegawai Bea Cukai melakukan touring ke destinasi sejarah hadirnya cikal bakal rokok kretek.
Kunjungan dilakukan di Museum Kretek, Kampung Kauman, Gang Pringinan, Langgar Bubrah, Masjid Al-Aqsho Menara Kudus, Masjid Langgardalem, bangunan eks-Fabriek Rokok Kretek Terweloe. Serta kediaman Mas Nitisemito “Sang Legenda Rokok Kretek” di dekat Kali Gelis Kudus.
Puncak kegiatan dipusatkan di Aula Colo Bea Cukai Kudus pada Sabtu 14 September, dengan menggelar diskusi dan pameran benda bersejarah terkait cukai. Benda sejarah yang dipamerkan merupakan koleksi Museum Loka Wistara yang dikelola oleh Direktorat KBPJ.
Untuk gelar diskusi mengupas sejarah industry kretek, menghadirkan Dr. Edy Supratno, penulis buku ‘Djamhari: Penemu Kretek’. Nara sumber lainnya yakni Hasan Aoni Aziz, mantan Sekjen GAPPRI (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia). Aoni juga sekaligus tim periset sejarah kretek dan cukai hasil tembakau.
Agenda diskusi ini diikuti masyarakat dan seluruh pegawai Kementerian Keuangan khususnya Bea Cukai se-Indonesia baik secara luring dan daring.
Diskusi sejarah kretek dan cukai hasil tembakau semakin istimewa. Sebab menghadirkan Wawang cucu Nitisemito dan Rusdi dari CKT. Tak ketingalan, Edy Prayitno budayawan Kudus dan beberapa pengusaha pabrik rokok di Kudus.
Edy mengisahkan bagaimana Djamhari yang berasal dari Kudus, kala itu meracik rokok dicampur cengkih. Selanjutnya saat dibakar mengeluarkan bunyi “kretek kretek”.
Karena itu, rokok dengan campuran cengkih buatan Djamhari dikenal sebagai rokok kretek hingga kini. Edy juga memaparkan peran Raja Kretek Nitisemito pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sementara itu, Hasan Aoni juga mengupas bagaimana pemerintah Hindia Belanda memungut cukai atas hasil tembakau dan dampak ekonominya.
Pada masa itu, kata Hasan, barang yang ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai (BKC) seperti gula dan minyak tanah. Kebijakan pemerintah kolonial kala itu, sangat memberatkan dan menyusahkan rakyat. Mengingat kedua barang ini merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, kata Hasan Aoni, maka BKC hanya ditetapkan terhadap 3 jenis barang.
“Yakni Etil Alkohol (EA), Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA atau minuman keras) dan Hasil Tembakau (salah satunya rokok),” terang Hasan.
Selanjutnya di Pasal 2 UU Cukai menjelaskan, filosofi dasar pengenaan cukai adalah instrumen pengawasan yang dilakukan oleh negara. Meskipun kemudian dari cukai negara dapat menghimpun penerimaan guna membiayai pembangunan dan pemerintahan.
Di akhir diskusi, Direktur KBPJ Kantor Pusat Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto Nirwala menambahkan, pentingnya cukai dalam kerangka APBN, dirumuskanlah 4 pilar kebijakan cukai hasil tembakau.
Pilar yang dimaksus yakni pengendalian konsumsi yang bersinggungan dengan aspek kesehatan dan optimalisasi penerimaan negara. Selanjutnya, keberlangsungan industri terutama berkaitan dengan aspek tenaga kerja dan penegakan hukum atas peredaran rokok ilegal.
“Marilah menjalankan bisnis pabrik rokok secara resmi! Legal itu mudah. Perizinan NPPBKCnya gratis, diajukan di Kantor Bea Cukai,” ajak Nirwala.
Dipandu komunitas Cerita Kudus Tuwa (CKT), jajaran pimpinan dan pegawai Bea Cukai melakukan touring ke destinasi sejarah hadirnya cikal bakal rokok kretek.
- Sukses Taklukan Audisi Umum 2024, 11 Atlet Belia Bergabung di PB Djarum
- Pedawang FC Incar Top Scorrer Sukun U23 League, Putra Jaya Tertahan di Peringkat Tujuh
- Calon Alumni UMKU Kudus Diajari Memoles Citra Diri Hadapi Dunia Kerja